Net
Gedung MPR-DPR RI
|
Ketika DPR periode 2009-2014 mencoba menggulirkan DA, maka publik pun menolak dengan keras dan Pemerintah SBY (yang notabene didukung parpol-parpol mayoritas di Senayan) pada akhirnya menolak juga. Kini politisi Senayan, dengan formasi berbeda, ternyata juga masih meneruskan mimpi yang sama. Saat ini, DPR mencoba menggunakan bungkus yang dianggap lebih rapih, yaitu dengan memakai aspirasi rakyat di Dapil dan mengusulkan proyek-proyek melalui para wakilnya yang lalu akan digelontor anggaran yang sudah dipagukan oleh Pemerintah kepada DPR. Para politisi Senayan itu akan menjadi semacam broker dan secara teoretis mungkin tidak langsung memegang uang proyek tsb.
Persoalannya, tidak sesederhana itu. Seperti yang dikatakan oleh Roy Salam (RS) dari Indonesia Budget Center (IBC), proyek DA memiliki setidaknya empat kelemahan serius: 1) Belum ada pengaturan yang detil mengenai skema skema operasional pelaksanaan dan pertanggungjawabannya; 2) Potensi benturan kewenangan dalam pelaksanaan pengelolaan APBN antara pemerintah dengan DPR; 3) Potensi menjadi sarana bancakan anggaran oleh anggota DPR; dan 4) Sarat kepentingan politis sehingga DA berpotensi mengabaikan prinsip performance budgeting dalam pengelolaannya, dan melemahkan fungsi pengawasan DPR.
Empat Masalah Dana AspirasiBagi saya, poin 3 dan 4 adalah yang terpenting. Proyek genthong babi ini terkesan cuma sebagai akal-akalan para politisi untuk mencari uang bagi diri mereka dan parpol yang mengirim mereka ke DPR. Kendati di atas kertas mekanisme yang dibuat bisa tampak legitimate, tetapi ujung-ujugnya para politisi itulah yang akan 'bancakan' dan rakyat akhirnya juga tidak mendapat apa yg dijanjikan. Lebih naas lagi, nanti aka ada persaingan yg tak sehat serta sulit dipertanggungjawabkan, antara Pemerintah, masyarakat sipil, dan politisi dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan. Kesemrawutan manajemen akan terjadi dan akhirya akan saling menuding. Yang paling diuntungkan tentu adalah para politisi dan parpol karena mereka akan mendapat tambahan biaya oprasional, dan bagi para petahana di DPR akan dipakai kampanye sebagai contoh keberhasilan mereka. Di AS, proyek-proyek genthong babi seperti ini yang membuat kemenangan para petahana di Konggres dan Senat sangat tinggi, di atas 90%.
RMOL. Dana asiprasi untuk para dewan yang mencapai Rp 11,2 triliun yang tengah diupayakan DPR masuk ke RAPBN 2016 rawan menimbulkan masalah.
"Pertama belum ada pengaturan yang detil mengenai skema operasional pelaksanaan dan pertanggungjawabannya, kedua memunculkan benturan kewenangan dalam pelaksanaan pengelolaan APBN antara pemerintah dengan DPR," ujar peneliti Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (9/6).
Selanjutnya menurut Roy Dana Aspirasi tersebut dapat menjadi lahan korupsi bagi anggota DPR.
"Ketiga dana aspirasi ini berpotensi menjadi sarana bancakan anggaran oleh anggota DPR," jelasnya.
Menurut alaisa Roy lagi, Dana Aspirasi tersebut juga dapat menjadi alat untuk memenuhi kepentingan politisi anggota.
"Keempat sarat dengan kepentingan politis anggota sehingga berpotensi mengabaikan prinsip performance budgeting dalam pengelolaannya serta melemahkan fungsi pengawasan DPR," tambah Roy.
Oleh karena empat permasalahan tersebut IBC meminta kepada DPR untuk memberikan rincian pengaturan mengenai transparansi dan akuntabilitas dari Dana Aspirasi tersebut. Selain itu, DPR juga harus memperjelas ruang lingkup atau batasan dari segi jumlah dan anggaran serta tolak ukur kinerjanya. (Disadur dari: RMOL.CO, Selasa, 09 Juni 2015)
Indonesia bukan AS dan demokrasi kita masih belum kokoh, sehingga kalau proyek gila ini dibiarkan, akan mengancam kualitas dan performa demokrasi. Tapa DA saja politik uang (moey politics) sudah menggerus demokrasi di negeri ini. Apalagi jika DA ini diterapkan. Yang terjadi bukan lagi "democracy" tetapi "democraZy", alias kegilaan massal karena bancakan uang oleh para politisi. Inikah hasil dari reformasi itu?**
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam
0 Response to "Kegilaan Itu Bernama "Dana Aspirasi DPR-RI""