FH mengatakan bahwa DA itu perlu karena "anggota DPR selama ini kesulitan menyalurkan aspirasi yang datang dari masyarakat." Sehingga, menurutnya, "anggota Dewan itu cuma datang (ke dapil), pidato, dan berdoa. Tapi, ketika diminta tolong perbaikan masjid, puskesmas, gereja, bikin selokan, bikin apa itu bungkam karena tidak punya jalur ke dalam perencanaan pembangunan." Statemen ini tidak nyambung, karena tugas seorang wakil ke Dapil bukanlah dalam rangka memberikan sumbangan-sumbangan dan/atau bantuan pembangunan berupa materi. Tugas utama seorang wakil rakyat dalam kunjungan kerja (kunker) adalah menyerap aspirasi rakyat yang akan dibawa kembali ke DPR untuk digunakan sebagai bahan dalam menjalankan tupoksinya (legislasi, pengawasan, dan anggaran). Tipoksi anggota DPR berbeda dengan seorang pejabat Pemerintah (eksekutif) yang bisa membuat kebijakan yang langsung terkait pembangunan. Dan yang pasti anggota DPR bukanlah Sinterklas yang akan bagi-bagi hadiah ketika turun ke bawah!
Fahri: Selama Ini Anggota DPR Cuma Datang ke Dapil, Pidato, dan BerdoaOmongan FH ini jelas berseberangan dengan pandangan anggota DPR dari PDIP, Budiman Soedjatmiko (BS) yang menolak program DA. Menurut BS usulan tsb dianggapnya diluar akal sehat, karena "fungsi DPR, yakni legislasi, pengawasan dan angaran tidak perlu menjangkau sejauh itu, dimana anggota DPR menjadi semacam saluran anggaran di daerah pemilihan." Lebih jauh BS juga mengatakan bahwa "jika kelak kemudian dana aspirasi itu direalisasikan, maka kerja-kerja angggota DPR kemudian akan diukur dari bagaimana dana aspirasi itu disalurkan. Tentu akan ada faktor-faktor subjektif didalamnya, yakni menyangkut basis pemilihan, sementara sejatinya anggota DPR harus terlepas dari sekat-sekat subjektif tersebut dan bekerja untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas."
KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, diusulkannya dana aspirasi daerah pemilihan sebesar Rp 20 miliar per anggota setiap tahunnya karena anggota DPR selama ini kesulitan menyalurkan aspirasi yang datang dari masyarakat.
"Selama ini, anggota Dewan itu cuma datang (ke dapil), pidato, dan berdoa. Tapi, ketika diminta tolong perbaikan masjid, puskesmas, gereja, bikin selokan, bikin apa itu bungkam karena tidak punya jalur ke dalam perencanaan pembangunan," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/6/2015).
Dengan adanya dana aspirasi yang dianggarkan sebesar Rp 20 miliar untuk setiap anggota selama satu tahun, Fahri meyakini penyaluran aspirasi masyarakat akan menjadi lebih mudah. (Baca: Budiman Sudjatmiko: Dana Aspirasi Rp 20 Miliar Lecehkan Nurani dan Akal Sehat)
Nantinya, dana sebesar Rp 20 miliar direncanakan masuk ke APBN 2016 dan diteruskan ke APBD setiap daerah. Setiap mendapat masukan dari masyarakat untuk membangun infrastruktur tertentu, anggota DPR tinggal mengusulkannya ke pemerintah setempat.
"Sekali lagi, ini untuk memotong jalur birokrasi yang panjang dan jangan lupa ini uang tidak ada di kantong DPR. Uang sepenuhnya di kantong eksekutif," ujar Fahri.
Fahri meyakini, nantinya masyarakat akan menyambut positif dana aspirasi dapil ini. Sebab, program ini untuk kebaikan masyarakat. Fahri juga meyakini pemerintah nantinya dapat menerima usulan DPR ini.
Pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sebelumnya menolak dana aspirasi ini, kata dia, hanya disebabkan ketidaktahuan semata.
"Pak JK sebetulnya enggak tahu kalau itu sudah ada aturannya," ujarnya. (Kompas.com, Kamis, 11 Juni 2015)
Budiman Sudjatmiko: Dana Aspirasi Rp 20 Miliar Lecehkan Nurani dan Akal SehatSebagai anggota partai yang berbasis Islam (PKS), statemen FH tentang doa juga bisa menciptakan salah paham atau paham yang salah. Bagi seorang Muslim, tak peduli apapun kedudukannya, berdoa itu adalah kewajiban karena hal itu menunjukkan ketakwaannya sebagai hamba Allah swt. Doa adalah suatu hal yang mulia dan tak tergantikan oleh, dan/ atau bisa dibandingkan dengan bantuan materiil sebesar apapun! Statemen FH yang menjuktaposisikan antara doa dengan pemberian bantuan pembangunan, saya kira merupakan hal yang tidak pas, setidaknya dalam perspektif etika beragama. Mungkinkah FH sedang mencoba melucu dengan statemennya itu, saya tidak tahu. Tetapi menurut hemat saya, setidak-tidaknya FH sebagai anggota Fraksi PKS mestinya lebih tahu bagaimana menggunakan wacana keagamaan untuk mendukung kepentingan politiknya.
KOMPAS.com - Anggota Fraksi PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko tidak setuju dengan usulan dana aspirasi daerah pemilihan (dapil) sebesar Rp 20 miliar per anggota DPR setiap tahun. Menurut dia, usulan ini telah berkembang terlalu jauh dan tidak baik bagi DPR yang selama ini citranya tidak baik di masyarakat.
"Secara pribadi saya menolak gagasan tersebut, dengan berbagai alasan yang menurut saya dapat diterima dengan akal sehat," kata Budiman dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/6/2015).
Pertama, kata dia, anggaran Rp 20 miliar yang dialokasikan melalui anggota DPR dan ditujukan untuk pembangunan dapil sesungguhnya tidak memiliki alasan yang kuat. Sebab fungsi DPR, yakni legislasi, pengawasan dan angaran tidak perlu menjangkau sejauh itu, dimana anggota DPR menjadi semacam saluran anggaran di daerah pemilihan.
"Sementara di sisi lain penggunaan anggaran yang selama ini ada seperti tunjangan reses dan sebagainya, belum dapat dimaksimalkan untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihan," ujar Budiman.
Kedua, lanjut Budiman, jika kelak kemudian dana aspirasi itu direalisasikan, maka kerja-kerja angggota DPR kemudian akan diukur dari bagaimana dana aspirasi itu disalurkan. Tentu akan ada faktor-faktor subjektif didalamnya, yakni menyangkut basis pemilihan, sementara sejatinya anggota DPR harus terlepas dari sekat-sekat subjektif tersebut dan bekerja untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Ketiga, Budiman mengaku masih percaya bahwa masih banyak anggota DPR yang memiliki kesungguhan untuk bekerja tanpa harus dibekali dengan alokasi anggaran sebesar Rp 20 miliar. Anggota DPR seharusnya bekerja untuk memproduksi undang-undang yang baik untuk kepentingan masyarakat.
Keempat, dengan alokasi Rp 20 miliar, maka anggota DPR terkesan mengambil kerja-kerja eksekutif. Jika kemudian alasannya adalah untuk kepentingan daerah pemilihan, kata dia, maka di daerah pemilihan sudah terdapat pemerintah daerah yang bekerja untuk pembentukan daerah masing-masing.
Terlebih lagi, kata dia, daerah pemilihan memiliki kebutuhan yang beragam. Ada yang memiliki dua Kabupaten/Kota, bahkan ada yang sampai belasan Kabupaten/Kota dengan beragam persoalan dan kesulitan sendiri-sendiri.
"Dengan keempat alasan tersebut saya rasa cukup untuk menegaskan bahwa dana Rp 20 miliar tersebut sudah melecehkan nurani dan akal sehat, baik untuk anggota DPR maupun untuk rakyat," ujar mantan aktivis 1998 ini. (Kompas.com, Kamis, 11 Juni 2015)
Saya kira para pimpinan DPR perlu introspeksi bahwa proyek-proyek "genthong babi" (pork barrel project) semacam DA tidak akan bisa mengangkat pamor para wakil rakyat karena landasan pemikirannya saja sudah tidak masuk akal sehat dan berpotensi inkonstitusional. Proyek semacam itu justru hanya akan meneguhkan status quo kekuasaan melalui "penyuapan politik" kepada rakyat belaka. Dalam jangka panjang, ia tidak akan bermanfaat bagi terbangunnya sebuah sistem demokrasi yang sehat. Ia hanya sekadar kamuflase yang digelar para politisi korup!***
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam.
0 Response to "Inilah Argumen Fahri Hamzah Membela Dana Aspirasi DPR"