Selamat Datang - Wellcome

[Mengungkap] Pro Kontra Budi Gunawan Sebagai Wakapolri

SUARA KAMI - Setelah urusan mengangkat Kapolri selesai dengan dilantiknya Komjen Pol Badrodin Haiti (BH), kini giliran muncul urusan Wakapolri yang bisa membuat politik nasional hangat lagi. Persoalannya, nama Komjen Pol. Budi Gunawan (BG) menjadi salah satu, kalau tidak satu-satinya, primadona untuk jabatan orang kedua di Jl. Trunojoyo tsb. Padahal, semua orang tahu bahwa gara-gara nama BG itulah proses pencalonan Kapolri sempat tertunda dan bahkan memantik berbagai permasalahan politik di tingkat elit. Termasuk ketegangan antara Presiden Jokowi (PJ) dengan elit parpol pendukung; konflik Polri vs KPK; penangkapan dan pemeriksaan dua pimpinan KPK; praperadilan kasus BG dan implikasinya terhadap para tersangka tipikor KPK; dan juga pergantian pimpinan KPK melalui Perppu.

[Mengungkap] Pro Kontra Budi Gunawan Sebagai Wakapolri

Pihak-pihak yang pro dan kontra terhadap usulan BG sebagai Wakapolri, tampaknya juga tidak jauh-jauh bedanya. Pihak yang pro terdiri dari mereka yang dulu menganggap pencakapolrian BG sudah tepat, sementara pihak yang kontra pun juga yang menganggap BG tidak layak menjadi Kapolri dan sekarang konsisten mengaggap beliau tidak layak sebagai Wakapolri. Dan seperti sebelumnya pula, aroma politis terasa paling menyengat ketimbang misalnya soal profesionalisme dan etik. Itu sebabnya, pihak Istana sudah berancang-ancang untuk tidak terlalu pro-aktif menyikapi isu pencalonan BG sebagai Wakapolri. Presiden Jokowi  misalnya, memilih menggunakan pendekatan legal formal dengan menyerahkannya pada mekanisme Wanjakti Polri. Para punakawan Istana pun kini tampak lebih mampu mengendalikan diri untuk tidak 'pating clebung' yang hanya akan menambah spekulasi.
Jimly: Jangan Tambah Masalah dengan Angkat Budi Gunawan Jadi Wakapolri
KOMPAS.com — Anggota Tim Independen Komisi Pemberantasan Korupsi-Polri, Jimly Asshiddiqie meminta Polri tidak membuat masalah baru dengan memilih Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai wakil kepala Polri.

Menurut Jimly, masalah yang ada di Polri seharusnya sudah usai dengan dilantiknya Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai Kepala Polri. "Jangan dipersulit dengan tambah masalah lagi," kata Jimly saat dihubungi, Minggu (19/4/2015).

Menurut Jimly, Presiden Joko Widodo dan Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) Polri harus peka terhadap perasaan publik atas seluruh polemik yang terjadi saat Budi Gunawan dicalonkan sebagai kepala Polri.

Meski penetapan tersangka Budi oleh KPK sudah dibatalkan praperadilan, perdebatan yang sempat terjadi di publik harus dipertimbangkan. "Saat ini yang penting itu konsolidasi dan pemulihan kepercayaan publik," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.

Jimly enggan memberikan masukan mengenai kriteria ataupun nama lain yang tepat untuk mengisi kursi wakil kepala Polri selain Budi Gunawan. Dia menilai pengosongan kursi wakil kepala Polri adalah solusi yang paling mungkin jika memang tak ada perwira tinggi bintang tiga atau dua yang tepat untuk mengisi jabatan tersebut.

"Serahkan saja kepada Presiden dan Wanjakti. Kalau tidak ada, kosong juga tidak apa-apa. Yang penting jangan menjadikannya jabatan politik," ujarnya.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Jumat kemarin, mengatakan, sesuai persyaratan, setiap perwira polisi bintang tiga dapat diusulkan sebagai calon wakil kepala Polri. Demikian pula Budi Gunawan, yang kini menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian Polri.

Proses pemilihan wakil kepala Polri akan dilakukan dalam sidang Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) Polri.

Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Pol Anton Charliyan mengatakan, Wanjakti akan segera menggelar sidang untuk menunjuk wakil kepala Polri tersebut. Anton menyebutkan bahwa Budi Gunawan merupakan salah satu kandidat terkuat untuk menduduki posisi tersebut. (Kompas.com, Minggu, 19 April 2015)
Dari pertimbangan politik kompromi antara Presiden Jokowi dan para elit politik pendukung, termasuk KIH di Parlemen, nama BG jelas paling diterima. Bahkan untuk kepentingan soliditas dan stabilitas kepemimpinan BH sendiri, jika BG menjadi wakapolri akan menghindarkan ketidaknyamanan. Dengan sendirinya masa jabatan BH, yang hanya 15 bulan kedepan itu, akan terhindar dari potensi riak-riak konflik perkubuan. Dan bagi BG sendiri, posisi wakapolri juga akan mempermulus langkah menjadi Tribrata Satu pasca kepemimpinan BH. Hitung-hitungan politis seperti ini, hemat saya, akan digunakan oleh Istana jika mau menghindari pusing kepala.

Kendati demikian, reaksi negatif yang muncul dari publik yang menolak BG sebagai wakapolri juga perlu mendapat perhatian dan diakomodasi. Kalaupun pertimbangan politik menjadi pilihan utama, Presiden Jokowi mesti intensif melakukan komunikasi politik dengan para tokoh masyarakat sipil yang masih menolak BG. Tokoh-tokoh yang sebelumnya ada di Tim 7 bentukan Presiden Jokowi yang merekomendasi agar BG tidak dilantik, tampaknya juga masih konsisten dengan pandangan tsb. Kendati suara penolakan publik tidak sekeras sebelumnya ketika BG mencadi cakapolri, tetapi bukan berarti bisa dianggap remeh. Argumentasi mereka, yang lebih memertimbangkan dimensi etis dan bukan politis maupun legal formal, tentu juga mencerminkan suasana batin yang ada di dalam masyarakat. Nama BG yang masih terkait dengan kasus tipikor (kendati kini semakin tidak jelas dengan pelimpahan kasusnya dari KPK kepada Kejagung lalu kembali ke Polri), tentu akan membawa implikasi bagi integritas Presiden Jokowi dalam komitmennya memberantas korupsi.

Walhasil, Presiden Jokowi masih harus berhati-hati dalam memertimbangkan calon wakapolri baru ini agar konsolidasi yang telah mulai berhasil dilakukannya tidak kembali mendapat rintangan baru.

Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam

0 Response to "[Mengungkap] Pro Kontra Budi Gunawan Sebagai Wakapolri"