Kompas/Kontan
Petral
|
Ada Siapa di Balik Pembubaran Petral?Bukan berarti rakyat Indonesia dan para pemangku kepentingan Migas lantas diam saja menyaksikan harta kekayaan ibu pertiwi ini dirampok habis-habisan oleh para Mafia bersama para komprador di dalam rezim Pemerintahan. Namun, suka atau tidak, mesti diakui bahwa upaya membereskan pengelolaan Migas di Republik ini masih tetap berjalan di tempat dalam rangka menyelamatkan kekayaan alam agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya demi kepentingan rakyat dan negara, sebagaimana amanat Konstitusi. Yang terjadi selama ini adalah perbaikan tambal-sulam tanpa benar-benar menyelesaikan akar permasalahan tatakelola migas. Dimulai dari pokok yang paling hulu, yakni peraturan perundangan, sampai paling hilir yakni distribusi Migas serta pemanfaatannya bagi kesejahteraan rakyat seperti sediaan energi listrik nasional.
KOMPAS.com — Wacana pembubaran anak usaha PT Pertamina (Persero), Pertamina Trading Limited (Petral), mendapat desakan kuat dari lingkaran pemerintah. Beberapa pihak menduga, desakan pembubaran Petral tersebut memiliki motif lain.
Dugaan ini datang dari Fahmy Radhi, anggota Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas). Fahmy menilai, ada pihak lain yang ingin mengeruk keuntungan jika Petral dibubarkan. "Ada beberapa kepentingan di sekitar Istana. Setelah kami telisik, perusahaan-perusahaan swasta itu dekat dengan Istana," kata Fahmy kepada Kontan, Kamis (23/4/2015).
Padahal, kata Fahmy, tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi tidak memberikan rekomendasi untuk membubarkan Petral. Menurut Fahmy, tim hanya merekomendasikan agar peran Petral diubah dari peran pemasok bahan bakar minyak (BBM) menjadi peran internasional trading company.
Fahmy menduga, perusahaan swasta yang dekat dengan Istana itu ingin menggantikan peran Petral atau menjadi pemasok BBM. Jika ini terjadi, kata Fahmi, mafia lama yang bercokol di Petral akan hilang, tetapi akan digantikan oleh mafia migas yang baru.
Dalam penelusuran Kontan, pihak yang dekat dengan Istana dan berbisnis migas selama ini adalah Surya Paloh. Pengusaha dan politisi Partai Nasdem ini memang memiliki hubungan dengan perusahaan energi bernama PT Surya Energi Raya.
Saat nama perusahaan ini disebut, Fahmy tidak menampiknya. "Pada awal pemerintah Pak Jokowi, kan sudah kita ketahui, impor BBM dari Sonangol terhubung dengan perusahaan Surya Paloh (Surya Energi). Nah, soal pembubaran Petral ini, kita tunggu saja seperti apa," kata Fahmi.
Namun, dugaan ada misi pihak swasta di balik pembubaran Petral dibantah oleh Reri Murdijat, Direktur Utama PT Surya Energi Raya. Ia mengatakan, Surya Energi tak punya peran dalam hal rencana pembubaran Petral. Selain itu, Reri menyatakan, pihak swasta itu bukanlah Surya Energi. "Kami baru dengar ini. Tidak ada urusan pembubaran Petral dengan Surya Energi. Kami ini bukan trading company," katanya kepada Kontan.
Reri menyatakan, Surya Energi hanya berkecimpung di bisnis minyak di Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur. "Kami tegaskan, tidak akan menjadi trading company," kata Reri.
Permintaan Petral bubar
Desakan pembubaran Petral juga datang dari Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu. Said mengatakan, pembubaran Petral perlu dilakukan untuk efisiensi pengadaan BBM di Pertamina. "Akhir-akhir ini kita mendengarkan niat membubarkan Petral dan kami harus memberikan apresiasi," kata Said di Jakarta, Jumat (24/4/2015).
Said menilai, rencana pembubaran Petral sempat dilakukan pada 2006 lalu. Namun, rencana tersebut gagal dilakukan karena ada pihak yang menginginkan Petral tetap beroperasi. "Kali ini, jangan sampai gagal lagi," ucap Said. (Pratama Guitarra).(Kompas.com, Senin, 27 April 2015)
Tak heran apabila upaya yang terakhir dilakukan pasca terbongkarnya skandal korupsi SKK Migas, kini kita lagi-lagi mengalami deja vu. Pembenahan sistem pengelolaan Migas di Pertamina, yang di antaranya adalah masalah keberadaan Petral, salah satu anak perusahaan milik BUMN Migas tsb, terancam kandas. Bukan itu saja, tetapi ternyata telah mulai tercium bau busuk bahwa pembubaran Petral dan pembentukan lembaga lain yang menggantikannya, hanya ibarat 'keluar dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya' belaka. Politik dan bisnis Migas, memang dua hal yang sangat erat kaitannya, karena prinsipnya politik tanpa dukungan duit tak akan berati apa-apa. Bisnis Migas adalah ATM bagi para elit politik, sehingga kehendak melakukan kontrol publik yang ketat terhadap pengelolaan Migas bisa dianggap vonis mati bagi elit politik. Karenanya semua upaya tsb harus dihalangi dan diupayakan hanya sampai pada tahan wacana publik belaka. Soal implementasi di lapangan, tetap akan mengikuti apa yang selama ini sudah berjalan. Hanya nama saja yang berganti, tetapi bisnis harus berjalan sebagaimana yang diinginkan para boss Mafia Migas tsb.
Walhasil, yang kita saksikan sepanjang sejarah pengelolaan Migas di Indonesia, sejak Orba sampai entah sampai kapan, adalah politik "mimikri" para Mafia Migas yang bekolaborasi dengan elit politik dan korporasi terkait migas.
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam
0 Response to "Mengungkap Politik "MIMIKRI" Mafia Migas di Indonesia"