Selamat Datang - Wellcome

Babak Akhir Pertarungan Sang Pendekar

SUARA KAMI - Lenong politik di Jakarta dengan lakon "Kisah Seorang Pendekar Melawan Seratus Siluman", kini sudah hampir usai dan, bisa jadi, berakhir dengan tragis. Sang Pendekar harus mengundurkan diri dari dunia kang-ouw alias Rimba Persilatan jika kawanan siluman dari liok-lim alias Rimba Hijau nanti unggul. Tapi sebelum itu terjadi, sang pendekar tetap bergeming. Kendati berbagai cara sudah digunakan oleh lawannya, baik dengan jurus-jurus pukulan yang kasat mata maupun jebakan-jebakan tak terlihat, dan bahkan menggunakan sang isteri sebagai umpan jebakan, sang pendekar masih tegar. The final count down, alias pertarungan pamungkas, antara sang Pendekar vs kawanan siluman itu kini makin mendekati hari H-nya.

Babak Akhir Pertarungan Sang Pendekar - Ahok Gaya Pendekar Tangguh
Net
Ilustrasi: Gubernur Ahok Gaya Pendekar Tangguh
Ahok: Ngapain Minta Maaf...
Ahok tidak sudi meminta maaf kepada DPRD DKI Jakarta meskipun dia kini terancam bakal menghadapi hak menyatakan pendapat (HMP) dari anggota dewan. Menurut dia, seharusnya dewanlah yang meminta maaf karena sudah 'mencuri' uang rakyat melalui pokok pikiran pada APBD 2014.

"Ngapain minta maaf? Yang harus minta maaf itu yang crop-crop (potong-potong) duit masukin Rp 40 triliun yang beli USB fungsi UPS (uniterruptible power supply) itu harus minta maaf sama warga DKI," ucap Gubernur DKI Jakarta bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama itu di Balaikota, Jakarta, Rabu (8/4/2015).

Ahok menyatakan, jika penggunaan 'bahasa toilet' yang dipermasalahkan, maka dia sudah meminta maaf. Dia mengaku melakukan itu lantaran saat di Belitung, 'bahasa toilet' sudah biasa dilontarkan untuk orang-orang yang dianggap berbuat kurang ajar.

Panitia Khusus Hak Angket DPRD menyatakan Ahok melanggar hukum karena menyerahkan RAPBD 2015 yang bukan hasil pembahasan bersama DPRD DKI. Ahok juga dinilai melanggar etika dan norma yang seharusnya dijaga oleh kepala daerah. Pansus meminta pimpinan dewan menindaklanjuti hasil temuan itu. Tindak lanjut berupa HMP yang bisa berujung pelengseran.

"Ya aku menolak untuk minta maaflah. Salah di mana? Mereka juga harus minta maaf dong ngajuin Rp 12,1 triliun. Nanti kalau sudah DPRD benar polisi tangkap, baru minta maaf deh lo," cetus mantan Bupati Belitung Timur itu.

Ahok juga menantang DPRD DKI Jakarta untuk memberlakukan HMP. Hal ini lantaran para anggota dewan sudah terlanjur menggunakan hak angket. Ahok membiarkan Mahkamah Agung (MA) yang memutuskan akan memecat atau tidak setelah menerima bukti-bukti oleh dewan.

"Solusi cuma ada satu, Anda terusin HMP atau tidak sama sekali. Kalau Anda tidak, Anda malu membuat angket. Makanya saya sarankan DPRD, Anda malu, nggak usah suruh saya minta maaf, teruskan saja hak menyatakan pendapat," ujar dia.

"Kalau memang dibuktikan, tahu-tahu MA juga tidak tahu gimana pikirannya nyatakan saya salah, dipecat ya sudah. Pecatnya kan 2016," pungkas Ahok. (Ndy/Sss) [Diadopsi dari Msn.com. Rabu, 8/4/15]
Sang pendekar tetap lantang sesumbar ketika lawan-lawan mencoba merayu agar dia menyerah saja. "Lanjutkan saja seranganmu, tidak perlu ragu-ragu," katanya. Baginya tak penting apakah akan tetap menjadi pemimpin Rimba Persilatan atau harus mengasingkan diri. Tak penting apakah namanya akan dicerca dan dihujat oleh para pendukung lawan. Tak penting pula, apakah dirinya akan tercatat dalam sejarah sebagai pahlawan atau pecundang.

Pendekar ini hanya punya satu tekad: bahwa kebenaran, kejujuran, dan keterbukaan harus diperjuangkan dengan keberanian mengambil segala resiko. Karena itulah modal utama yang membuatnya kini menjadi pemimpin Rimba Persilatan Jakarta. Ia tidak punya dukungan partai persilatan manapun, juga bukan keturunan Pendekar sakti mandraguna. Bahkan jurus-jurus yang digunakan pun mirip-mirip jurus Dewa Mabuk saat menghadapi lawan-lawan para siluman yang demikian banyak dan kuat.

Pertarungan pamungkas itu akan disaksikan oleh seluruh jagad. Ia akan menjadi sebuah "monumen" yang akan diceritakan oleh generasi yang akan datang. Bahwa pernah ada seorang Pendekar Kelana dari pulau seberang yang mencoba menegakkan kebenaran dan kejujuran di Rimba Persilatan, tetapi mesti berhadapan dengan para siluman. Bahwa rakyat yang dibelanya lebih banyak yang diam dan bahkan sebagian menjadi pendukung para siluman itu. Dan itulah ironi dalam Rimba Persilatan persilatan yang konon mengutamakan kebenaran dan kebajikan serta keadilan. Ketika muncul seorang Pendekar yang mencoba konsisten dengan nilai-nilai tersebut, ternyata ia hanya berjuang sendirian. Kelompok Putih dan kelompok Hitam ternyata hanya klaim dan nama kosong belaka. Seperti perjuangan para kesatria dalam mitologi Yunani dan mitologi-mitologi bangsa lain, yang baik tidak selalu menang dan yang jahat tidak selalu kalah. Karena menang dan kalah, sejatinya adalah sebuah posisi yang sementara dan maya belaka.

Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam

0 Response to "Babak Akhir Pertarungan Sang Pendekar"