Net
Kepala Kantor Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan
|
Presiden Jokowi sangat memerlukan jubir untuk melakukan fungsi strategis itu. Bukan saja karena alasan kesibukan beliau, tetapi juga karena beliau sendiri tidak mungkin mengelola komunikasi publik yang substansinya sangat kompleks dan implikasinya multidimensional. Kegagalan dalam mengelola komunikasi publik akan sangat beresiko politis termasuk (tetapi tak terbatas pada) kredibilitas kebijakan dan beliau sebagai top eksekutif.
Tiga Deputi Siap Rangkap jadi 'Jubir' JokowiBeberapa kasus bisa dijadikan contoh tentang bagaimana komunikasi publik Presiden Jokowi yang bisa dikategorikan kontraproduktif. Terakhir misalnya tentang Perpres tunjangan mobil pejabat. Dalam hal ini Presiden Jokowi yang bermaksud mengakomodasi aspirasi publik yang menolak tunjangan tsb, malah diplintir seakan-akan beliau inkompeten, plin-plan, tidak paham masalah, dll. Penjelasan Presiden Jokowi yang bermaksud jujur dan apa adanya justru berbuah penjonruan! Demikian pula ketika beliau menghadapi masalah cakapolri Budi Gunawan (BG) dulu, yaitu ketika membentuk Tim 7. Upaya yang baik tsb berujung kontroversial dan tim tsb akhirnya tidak berbentuk lembaga resmi karena tanpa Surat Penugasan.
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kantor Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan, tiga dari lima deputinya akan memiliki tugas untuk memberikan penjelasan teknis kepada publik setelah Presiden Joko Widodo menjelaskan suatu hal dalam sebuah rapat atau pertemuan.
Tiga deputi tersebut antara lain Deputi I Bidang Monitoring dan Evaluasi dipegang oleh Darmawan Prasodjo, Deputi II Bidang Pengelolaan dan Kajian Program Prioritas dipegang Yanuar Nugroho, dan Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis dipegang Purbaya Yudhi Sadewa.
"(Jika) Presiden sudah memberikan (penjelasan) dalam rapat terbatas, maka penjelasan teknis akan diberikan tiga orang, yaitu Yanuar, Purbaya, dan Darmawan. Soal makro ekonomi, apa yang ditangani Presiden, nanti Purbaya yang akan memberikan penjelasan," ujar Luhut di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Kamis (2/4).
Luhut menjelaskan, dalam pemerintahan Presiden Jokowi seringkali menggelar rapat terbatas (ratas), sehingga proses pengambilan keputusan cenderung cepat.
"Satu hari rapat bisa lima kali. Dan lima kali itu bisa tujuh agenda. Dan tujuh agenda itu bisa enam kali diputuskan dan dilaksanakan. Tapi ini negara besar dan hasilnya itu tentu tidak bisa segera terlihat. Ini baru akan kelihatan hasilnya 1,5 tahun sampai dua tahun ke depan," kata dia.
Luhut meyakinkan bahwa Kantor Staf Kepresidenan akan terbuka dalam berkomunikasi demi kepentingan publik, sehingga tidak ada anggapan bahwa Presiden tidak bekerja dengan baik. "Presiden itu kerja keras," kata dia.
Juru bicara presiden bukanlah hal baru. Pada era Orde Baru, juru bicara presiden seringkali perannya dirangkap oleh Menteri Sekretaris Negara. Salah satu yang terkenal adalah mantan Mensesneg almarhum Moerdiono. Lalu di era transisi masa Presiden Habibie, Dewi Fortuna Anwar ditunjuk sebagai juru bicara. Pada era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ada empat juru bicara, Wimar Witoelar, Adhie Massardi, Yahya C Staquf dan Wahyu Muryadi.
Pada saat Megawati Soekarnoputri jadi presiden, tidak ada juru bicara kepresidenan. Saat presiden Susilo Bambang Yudhoyono, juru bicaranya adalah Andi Mallarangeng dan Dino Patti Djalal serta Julian Andrin Pasha. [Disadur dari CNNIndonesia.Com, Jumat, 03/04/2015]
Walhasil, jubir-jubir yang terdiri atas para deputi Kastafpres adalah opsi yang bagus. Publik di tinggal menunggu saja bagamana kiprah mereka sebagai komunikator dan interlokutor dari Pemerintah dan Presiden Jokowi. Saya sendiri belum tahu kualitas mereka dalam komunikasi publik kendati jika dilihat dari kompetensi di dalam profesi mereka saya kira sudah sangat tepat.***
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam
0 Response to "Tim Jubir Kepresidenan Akhirnya Terbentuk"