Selamat Datang - Wellcome

Rapor "Merah" Calon Kapolri Budi Gunawan dari PPATK dan KPK?

SUARA KAMI - Terkuaknya "rapor merah" Komjen Pol Budi Gunawan (BG) yang disampaikan oleh mantan Ketua PPATK, Yunus Husein (YH), menambah kuatnya alasan para penolak calon Kapolri yang diajukan Presiden Jokowi ke DPR itu. Publik di Indonesia mencatat dengan baik janji sang Presiden ketika mencalonkan diri sebagai capres, bahwa komitmen terhadap pemberantasan korupsi adalah mutlak. Dalam kaitan ini, pemilihan pejabat negara yang punya rekam jejak bersih dari korupsi menjadi salah satu tolok ukur yang paling nyata, apakah komitmen tsb dipenuhi atau hanya yang disebut orang Jawa sebagai "abang-abang lambe" alias gincu pemerah bibir.

Rapor "Merah" Calon Kapolri dari PPATK dan KPK Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol) Komjen Pol. Budi Gunawan
Tempo.co
Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol) Komjen Pol. Budi Gunawan

Itu sebabnya ketika seleksi anggota Kabinet Kerja dulu, rakyat sangat antusias mendukung dan mengapresiasi Presiden Jokowi, karena beliau menggunakan bantuan KPK dan PPATK untuk mencari kandidate yang bersih dari korupsi. Memang publik tidak pernah tahu nama-nama yang mendapat rapor merah, kuning, atau biru oleh kedua lembaga anti rasuah tersebut. Namun setidaknya, rakyat puas bahwa yang lolos menjadi anggota Kabinet adalah mereka yang sudah disaring oleh KPK dan PPATK.

Kini ketika Budi Gunawan diajukan sebagai Kapolri untuk menggantikan Jenderal Pol Sutarman (St), harapan publik juga sangat kuat agara laporan KPK dan PPATK tetap dijadikan sebagai salah satu pertimbangan yang terpenting. Sebab pemimpin Polri, adalah rujukan utama dari rakyat dalam soal pemberantasan korupsi baik di internal korps berbaju coklat itu, maupun di luarnya. Selain itu, Kapolri masih harus melakukan reformasi internal di jajarannya agar kepercayaan rakyat kepada Polri terus meningkat dan bukan stagnan atau mundur. Tak pelak lagi, sosok dan rekam jejak calon Kapolri, khususnya dalam urusan anti rasuah, menjadi tolok ukur yang penting. Tidak mungkin kepercayaan rakyat pada Polri akan tumbuh kembali jika mereka tahu bahwa Kapolri masih belum clear dalam soal kebersihan rekam jejak anti korupsinya. Jika calon Kapolri belum bersih dari isu seperti rekening gendut, misalnya, maka potensi untuk diragukan oleh publik tetap tinggi.

Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein menyesalkan pengajuan nama Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Sebab, integritasnya sempat dipertanyakan Komisi Pemberantasan Korupsi dan PPATK.

"Calon Kapolri sekarang pernah diusulkan menjadi menteri. Tetapi, pada waktu pengecekan info di PPATK & KPK, yang bersangkutan mendapat rapor merah alias tidak lulus," ujar Yunus melalui akun Twitter-nya, @YunusHusein, Ahad, 11 Januari 2015.

Menurut Yunus, informasi yang disampaikan PPATK dan KPK itu mestinya dijadikan pertimbangan Presiden Joko Widodo sebelum memutuskan memilih calon Kapolri. "Untuk mengetahui integritas calon pejabat publik yang baik," tuturnya.

Hal yang sama pernah diabaikan Presiden Jokowi saat memilih Jaksa Agung Prasetyo. "Presiden Jokowi sama sekali tidak meminta informasi dari KPK, PPATK, Ditjen Pajak, Komnas HAM, dan masyarakat sipil," katanya. "Padahal, dalam Nawa Cita, Jokowi berjanji mengangkat pejabat yang berintegritas baik."

Yunus menilai pencalonan Budi Gunawan berpotensi mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi. "Seharusnya Presiden mempertimbangkan hal-hal tersebut dan tidak tunduk pada tekanan politikus dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan," katanya. (Dikutip dari Tempo.Co, Senin, 12/01/15)

Pernyataan mantan Ketua PPATK, Yunus Husein, yang terang-terangan ini bisa menjadi bukti kuat bahwa nama Budi Gunawan adalah salah satu dari nama-nama kandidat anggota Kabinet yang disetorkan oleh Presiden Jokowi ke KPK dan PPATK yang nilainya merah. Apakah Yunus Husein melanggar kerahasiaan dengan "bocoran" ini, atau Yunus Husein melakukannya demi kepentingan publik? Silakan ditanyakan. Bagi saya bukan soal legalitas bocoran itu benar yang penting, tetapi jika informasi itu sahih, berarti diametral berlawanan dengan harapan publik mengenai komitmen Presiden memilih pejabat negara yang benar-benar bersih. Kalau Yunus Husein mengatakan rapot Budi Gunawan kuning saja, mungkin akan bisa ditafsirkan sedikit lebih ringan. Tetapi kalau sudah merah, alias tidak lulus, tentu persoalannya sangat serius.

Tak ada salahnya bila Presiden Jokowi mempertimbangkan pandangan publik dalam soal kebersihan Budi Gunawan ini, jika beliau tidak ingin terus diganggu dan disibukkan dengan pertanyaan tentang integritas Kapolrinya di kemudian hari. Namun bisa juga Presiden sebenarnya sudah tahu akan muncul kontroversi ini, tetapi memunculkan nama Budi Gunawan karena beliau tak bisa menolak tekanan dari pihak-pihak yang menyorongkan Budi Gunawan karena pertimbangan politis. Jika demikian, adanya keberatan publik ditambah laporan PPATK dan KPK ini adalah "pucuk dicinta ulam tiba." Presiden bisa meminta para "sponsor" Budi Gunawan agar menarik kembali calon ini dan/atau mencari alternatif calon-calon lain. Toh Polri tidak kekurangan stok nama-nama yang bisa diajukan sebagai calon Kapolri selain Budi Gunawan, bukan?

Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam.

0 Response to "Rapor "Merah" Calon Kapolri Budi Gunawan dari PPATK dan KPK?"