Net
Ilustrasi
|
Negara jiran yang ikut gerah dengan eksekusi mati penjahat natkoba adalah Australia sebab ada warganegaranya termasuk yang akan mendapat giliran. Negeri Kanguru itu belum protes dan memanggil pulkam Dubesnya, tetapi bekerka keras melalui lobi unutk mencegah hukuman mati dilaksanakan terhadap warganegaranya. Tak kurang, PM Tony Abnot (TA) dan Menlu Julia Bishop (JB) yang langsung melobi Presiden Jokowi. Inilah ujian bagi Presiden Jokowi dalam kiprah antar bangsa ke depan karena dunia akan memberikan penilaian terhadap kepemimpinannya serta keteguhan dalam menghadapi tekanan negara-negara yang kuat dan sekaligus bersahabat dekat!
Perdana Menteri Tony Abbot dan Menteri Luar Negeri Julia Bishop secara intensif melakukan lobi kepada pemerintah Indonesia terkait ancaman eksekusi mati terhadap 2 warga negara Australia yang terjerat kasus narkotika. Namun tampaknya usaha pemerintah Australia itu akan kandas.
Menurut Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana ada tiga alasan bagi Presiden Joko Widodo untuk menolak lobi tersebut. Hikmahanto menyebut pelaksanaan hukuman mati merupakan masalah kedaulatan dan penegakan hukum di Indonesia.
"Pertama, lobi ditolak karena pemerintah tidak ingin dianggap diskriminatif terhadap warga dari negara lain, seperti Belanda dan Brazil. Inkonsistensi berarti perlakuan yang berbeda yang harus dicarikan alasan," ucap Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (20/1/2015).
Yang kedua menurut Hikmahanto yaitu Jokowi akan berhadapan dengan mayoritas publik Indonesia yang geram dan marah atas maraknya penyalahgunaan narkoba di Indonesia apabila lobi dikabulkan. Publik akan menganggap Jokowi tidak memenuhi janji dan gagal dalam menyerap aspirasi.
Kemudian yang terakhir, lanjut Hikmahanto, apabila ada inskonsitensi dari Presiden Jokowi maka ini akan menjadi bola liar bagi dunia perpolitikan di Indonesia. Apa pasalnya?
"Sebab saat ini hampir semua partai baik yang terafiliasi pada KMP atau KIH mendukung kebijakan tegas Presiden Jokowi untuk melaksanakan hukuman mati," pungkas Hikmahanto. (Dikutip dari detikNews, Selasa, 20/01/2015)
Saya sepakat dengan pandangan Prof. Hikmahanto Juwana (HK), bahwa Presiden Jokowi harus tetap bergeming dalam keputusan eksekusi mati terhadap penjahat narkoba itu. Malaysia dan Singapura bisa jadi contoh ketegasan tsb dan konsistensi mereka, kendati dikecam oleh sebagian negara di dunia. Iran dan Tiongkok juga menerapkan pidana mati terhadap penjahat narkoba. Bahkan AS pun sangat tegas dan tak segan melakukam operasi di luar negeri dalam pemberantasan jejaring kartel narkoba.
Tetapi yang sangat penting adalah dukungan rakyat Indonesia yang hampir total terhadap Presiden Jokowi dalam soal ini. Faktor yang satu ini selain menguatkan tekad juga akan mendorong Presiden Jokowi untuk bisa konsisten kendati menghadapi lobi dan kritik bahkan kecaman baik dari dalam maupun luar negeri. Bagi saya penolak hukuman mati terhadap penjahat narkoba berhak berkeberatan dan protes. Namun Presiden Jokowi juga akan bisa memberikan jawaban yang lugas dan bisa dipertanggung jawabkan baik secara hukum, moral, dan politik kepada mereka. Presiden Jokowi tak boleh goyah dengan sikap tegas dalam membendung ancaman yang membahayakan kehidupan bangsa dan negara serta kemanusiaan ini.
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam
0 Response to "Hukuman Mati Penjahat Narkoba dan Polugri (Politik Luar Negeri)"