Kekuatan Golkar Perjuangan (GP) yang dipimpin Agung Laksono (AL) bukan saja gagal membendung laju ARB dalam mobilisasi dan konsolidasi kekuatannya untuk tetap menyelenggarakan Munas di Bali pada 30 November 2014, tetapi juga terancam cerai berai. Dimulai ketika Prof. Dr. Muladi menolak masuk dalam apa yang disebut Tim Penyelamat Golkar, lalu disusul hengkangnya Hajriyanto Y. Tohari dari kelompok yang sama, dan menguatnya suara mendukung Munas Bali di dalam Dewan Perimbangan DPP Golkar pimpinan Akbar Tanjung.
Tanda-tanda pemilihan ketua umum Golkar secara aklamasi dalam Munas IX di Bali semakin terlihat. Dukungan untuk Aburizal Bakrie semakin menguat. Tata terbit persidangan dan ketua sidang juga menguntungkan Ical, sapaan Aburizal.
Mengenai peluang besar aklamasi ini, Ketua Wantim Golkar Akbar Tanjung menyatakan, bisa saja. "Bisa terjadi kalau nggak ada calon," ucapnya.
Menurut Akbar, syarat untuk mencalonkan diri dalam munas adalah mendapat dukungan minimall 30 dari pemilik suara. Dukungan itu dibuktikan dari surat pernyataan. "Jadi, kalau misalnya nggak ada calon lagi, akhirnya cuma ada satu, ya aklamasi," tandasnya. (Dikutip dari RMOL.CO, Senin, 01 Desember 2014)
AL dkk mencoba meminjam tangan Pemerintah Jokowi, melalu Menko Polhukam dan Mendagri. (Baca disini: Presiden Jokowi Jangan Bikin Bluder Hadapi Konflik Golkar). Alih-alih kedua Menteri itu berhasil menghentikan ARB dkk, justru keduanya menjadi bahan olok-olok, sindiran, dan kritik tajam dari publik. Sayangnya, ketidak-becusan kedua Menteri tsb dalam mengelola masalah politik yang muncul akibat konflik internal Golkar harus dibayar mahal dengan munculnya kritik yang diarahkan kepada Presiden Jokowi, seakan-akan beliau ikut berpihak dalam kemelut internal partai berlambang beringin tsb. Kegagalan AL dkk makin nyata ketika dia dan beberapa pendukungnya "nongol" di Bali tetapi tidak digubris oleh ARB dkk. Bisa saja AL berkilah bahwa kedatangannya sekadar melakukan pemantauan, tetapi pemaknaan politik cenderung mengatakan bahwa manuver AL dkk kandas di Bali.
Apa implikasi kemenangan ARB dkk?.
PERTAMA, tentu peneguhan komitmen Golkar ARB ini kepada koalisi KMP. Dukungan KMP yang total terhadap penyelenggaraan Munas Bali itu menunjukkan bahwa resiko politik akan besar jika ARB tidak berhasil menyelenggarakannya, khususnya bagi dominasi KMP di DPR.
KEDUA, perseteruan ARB dkk vs AL dkk, bisa saja akan berlangsung pasca-Munas dan melahirkan Golkar Perjuangan atau parpol sempalan yang baru (Baca Disini: Munas Golkar dan Munculnya Partai Sempalan Baru). Ini sangat tergantung apakah AL dkk masih bisa melakukan konsolidasi dan mobilisasi pendukung Golkar di daerah-daerah untuk bisa menyelenggarakan Munas tandingan.
KETIGA, kondisi perpolitikan di DPR akan makin labil dan tidak kondusif bagi Pemerintah Jokowi jika KMP kian agresif dalam menekan Pemerintah. Apalagi jika kualtias para pembantu Preiden Jokowi masih sangat rendah seperti yang ditunjukkan oleh Menko Polhukam dan Mendagri saat ini.
KEEMPAT, Golkar di bawah kepemimpian ARB yang kedua ini akan makin merosot daya tariknya bagi publik, kendati belum akan membuatnya bubar jalan. Golkar akan mengalami "involusi" politik yang membawanya semakin jauh dari kejayaan masa lalu pada masa Orba. [ASHikam]
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam
0 Response to "Implikasi Kemenangan ARB dalam Konflik Golkar"