Argumen bahwa Polri melakukan kriminalisasi terhadap beberapa pihak yang kritis terhadap posisinya saat menghadapi KPK, sudah banyak kita baca di media. Salah satunya adalah cepatnya Polri memproses pengaduan masyarakat terhadap pihak-pihak yang berseberangan dengan Polri, seperti Abraham Samad (AS), Bambang Wijoyanto (BW), Zulkarnain (Z), Adnan Pandu (AP), dan paling akhir terhadap Prof. Denny Indrayana (DI). Langkah sigap Polri ini berbeda misalnya dengan ketika menghadapi begal, teroris, koruptor, dan berbagai kasus kekerasan yang besar. Prof. Jimly Asshiddiqie (JA) sampai-sampai berpendapat bahwa ada kesan dendam dalam kasus-kasus ini.
Aktivis anti korupsi memberikan mandat kepada Tim 9 untuk menghentikan aksi kriminalisasi terhadap pimpinan dan pegawai KPK serta pendukung pemberantasan korupsi. Mandat tersebut diberi nama Keputusan Rakyat (Kepra).Terlepas dari benar tidaknya argumen tsb, tetapi kesan adanya saling curiga sudah sangat sulit diingkari. Dan hal ini tentu sangat merugikan kondisi keamanan dalam masyarakat, bangsa, dan negara karena melibatkan dua lembaga negara seperti Polri dan KPK yang memiliki pengaruh strategis itu. Karena KPK lebih mendapat dukungan politik dr publik maka masalah ini kemudian bisa dicitrakan seakan2 merupakan konflik antara negara vs masyarakat sipil di Indonesia.
Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alghiffarie mengatakan pemberian mandat kepada Tim 9, karena hanya tim pimpinan Buya Syafii Maarif itu yang dianggap bisa langsung berkomunikasi dengan Presiden Jokowi.
"Apalagi Presiden sudah abaikan rekomendasi dari Ombudsman dan Komnas HAM. Dan dasar memberikan mandat adalah pembukaan UUD 1945 alinea keempat," kata Alghiffarie saat memberikan mandat kepada Tim 9 di pelataran Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Minggu (8/3).
Mereka berharap Tim 9 bisa memanggil pihak-pihak terkait mulai dari Mabes Polri, KPK, Ombudsman, Komnas HAM, korban kriminalisasi, termasuk media dan saksi-saksi. Tim 9 juga diminta memberikan laporan pertanggungjawaban setelah diberikan waktu tenggang sebulan.
Para aktivis yang hadir di antaranya adalah Koordinator Kontras Haris Azhar, Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, Direktur Advokasi YLBHI Bahrain, dan Alghiffarie sendiri. Sementara itu, anggota Tim 9 yang hadir adalah Jimly Asshiddiqie, Hikmahanto Juwana, Erry Riyana, Bambang Widodo Umar, dan Imam Prasodjo. Tampak hadir juga Romo Magnis dalam kesempatan itu. Ada 370 komunitas yang memberikan mandat Keputusan Rakyat (Kepra).
Adapun isi mandat tersebut yang pertama adalah mendorong dihentikannya upaya penghancuran KPK oleh para koruptor dan oligarki politik di Indonesia. Kedua, mendorong dihentikannya kriminalisasi pada pimpinan KPK, penyidik dan staf KPK, media, aktivis antikorupsi, serta masyarakat yang mendukung pemberantasan korupsi
Ketiga, mendorong agenda pemberantasan korupsi tetap berlanjut, dimulai dengan membatalkan pelimpahan kasus Komjen Budi Gunawan ke Kejagung dan mendesak KPK melakukan upaya hukum peninjauan kembali ke MA atas putusan PN Jaksel yang mengabulkan praperadilan yang diajukan tersangka korupsi Komjen Budi Gunawan. [dikutip dari, RMOL.CO, Minggu, 08 Maret 2015]
Di sinilah saya melihat kelemahan dari legitimasi pihak yang mengusung isu kriminalisasi Polri itu. Tanpa ada dukungan yang cukup kuat dari sektor negara, efektivitas tekanan masyarakat sipil akan sangat berkurang karena sangat mudah dipecah. Pihak pro dan kontra terhadap posisi KPK akan berpengaruh pada soliditas masyarakat sipil untuk menggalang dukungan. Dalam tataran wacana publik bisa saja tekanan tsb sangat menggebu namun eksekusinya tetap harus mengikuti proses-proses yang ditentukan oleh lembaga-lembaga penegak hukum yang dikontrol negara. Akibatnya, stamina dari tekanan masyarakat sipil dalam isu kriminalisasi tak cukup lama bertahan. Apalagi jika ternyata Pemerintah tidak lagi memberikan prioritas kepada masalah tsb karena masih banyak agenda lain yang dianggap lbh penting.***
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam
0 Response to "Sampai Kapan ISU KRIMINALISASI Akan Bertahan?"