KOMPAS / ABC
Menlu Julie Bishop coba luruskan maksud pernyataan PM Tony Abbott.
|
Tony Abbot mencoba menggunakan kasus itu untuk merayu pemerintah RI agar mengurungkan eksekusi pidana mati terhadap dua warganegaranya yang termasuk dalam gang narkoba Bali-9. Alih-alih rayuan Tony Abbot tsb membuat Pemerintah RI tertarik, justru malah sebaliknya. Ucapan Tony Abbot menyulut reaksi keras dan negatif dari publik di negeri ini, khususnya warga Aceh, karena dianggap tidak relevan, tidak tulus, dan arogan. Mulai dari rakyat biasa sampai pejabat negara, kini rame-rame menunjukkan sikap tak simpatik kepada negeri jiran tsb. Bahkan gerakan mengumpulkan koin unutk dikembalikan kepada Ausie, sebagai simbol penolakan terhadap pernyataan perdana menteri tersebut, kin sedang marak digelar.
Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan, pernyataan PM Tony Abbott soal bantuan tsunami yang diberikan kepada Indonesia justru dianggap tidak membantu (pembatalan hukuman mati) kedua terpidana "Bali Nine".Inilah contoh paling gres kegagalan sebuah komunikasi dalam diplomasi, yang disebabkan karena kegagalan pemimpin memahami nilai budaya partnernya. Kendati Australia merupakan negara tetangga, sama dengan Singapura dan Malaysia, tetapi tak berarti pemimpin-pemimpin negara itu memiliki sensitifitas budaya dalam berkomunikasi dengan Indonesia. Demikian pula sebaliknya, jika pemimpin-pemimpin Indonesia tidak paham atau pura-pura tidak paham dengan budaya tetangganya, maka mudah sekali terjadi salah paham dan paham yang salah dalam berkomunikasi. Cara menyampaikan pesan, bahasa yang digunakan, gestur, dan konteks statemen yang diutarakan, semuanya sarat dengan pengaruh budaya tsb. Bagi Tony Abbot jangan-jangan statemen tsb sudah dianggap paling sopan dan 'halus' serta bermartabat. Mungkin bagi Tony Abbot, maksudnya adalah mengingatkan RI bahwa sesama teman dan tetangga saling membantu. Mungkin Tony Abbot mendapat nasihat dari para ahli Indonesia di negerinya agar menggunakan budaya balas budi tsb untuk berdiplomasi dalam rangka membebaskan dua warganegaranya yang terancam eksekusi mati.
Pekan lalu, PM Tony Abbott meminta agar Indonesia mengingat kontribusi senilai 1 miliar dollar (lebih dari Rp 10 triliun) yang diberikan Australia saat membantu tragedi tsunami untuk kemudian memberikan kesempatan hidup bagi Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Chan dan Sukumaran menghadapi hukuman mati di Indonesia akibat keterlibatan keduanya dalam upaya penyelundupan heroin lebih dari 8 kilogram dari Bali ke Australia. (Dikutip dari Kompas.com, Selasa, 24/2/15)
Sayangnya PM Asutralia ini tidak mengucapkan rayuan tsb secara tertutup, tetapi di ruang publik. Ini membuat penafsiran bisa sangat bebas dan karena konteks hubungan RI dan Australia memang sedang kurang bagus, maka statemen itu malah kontra-produktif. Alih-alih membuat orang Indonesia tersentuh, justru malah sebagian dari mereka 'kemropok' alias tersulut emosinya. Apalagi kemudian ada intertekstualitas omongan Julie Bishop sebelumnya yang bernada mengancam Indonesia terkait wisata ke Bali. Maka, ucapan PM Abbot pun lantas dimaknai menjadi integral dalam satu paket 'ancaman' terhadap Indonesia. Bukan hanya Bali kini yang masuk dalam wacana "ancaman" pemerintah Ausie, tetapi juga Aceh! Saya tidak yakin bahwa upaya Julie Bishop memberi penjelasan kepada Wapres Jusuf Kalla akan segera mendinginkan suasana panas ini. Jangan-jangan sebaliknya malah. Apalagi jika Julie Bishop merasa bahwa karena dia bisa meyakinkan JK, maka urusan selesai!
Abbot dan Bishop serta para pemimpin Indonesia harus memperhatikan betul pengaruh budaya dalam berdiplomasi. Ruang publik yang kian terbuka seperti sekarang bisa menjadi wahana bagi distorsi informasi dan bukan hanya sesuatu yang dalam dirinya pasti baik. PM Abbot perlu memilih dengan cermat statemen-statemennya sehingga tidak muncul kesan menggurui (condescending), apalagi pongah (arrogant) dan merasa paling hebat. Pemimpin Indonesia juga mesti paham bagaimana budaya Ausie sehingga tidak mudah terpancing dengan statemen yang kedengaran provokatif. Tentu saja sikap tegas perlu dikedepankan, termasuk dalam membela kedaulatan hukum RI. Jangan sampai gara-gara pemahaman antar-budaya yang keliru malah merubah sahabat menjadi seteru!
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam
0 Response to "[Fenomena Hukuman Mati] The Abbot's Folly Atawa Mis-Komunikasi?"