Net
Kasus Lapindo: Negara dan Rakyat Tersandera Korporasi
|
"Kami akan patuhi putusan pemerintah, opsi apa pun itu, kami tunggu Perpres dari Presiden Jokowi, tapi kalau disuruh bayar sekarang, harus kita akui bahwa kami tidak sanggup sekarang, melihat situasi perdagangan keluarga Bakrie, bukan rahasia kalau Grup Bakrie sekarang mencoba bangkit kembali," ujar ADT dalam keterangan pers-nya di warkop Olala, jalan Boulevard, Makassar, jumat (5/12), seperti dilansir Detiknews.com.
Omongan ADT sama sekali tidak nyambung dengan akal sehat dan fakta bagaimana ARB telah menghabiskan puluhan bahkan mungkin ratusan milyar rupiah untuk perhelatan merebut kepemimpinan DPP Golkar di Bali beberapa hari lalu. Media melaporkan bahwa hajatan di Nusa Dua, Bali, tsb berlangsung sangat mewah, bahkan di Hotel berbintang lima, Hotel Westin Nusa Dua Bali. Biaya yang diperlukan untuk menyewa Hotel itu saja sudah milyaran, belum lagi biaya transportasi peserta dll.
Menurut Ketua DPD Bali I Ketut Sudikerta, biaya yang dianggarkan untuk Munas IX itu mencapai Rp 20 miliar. Ini artinya bertambah 100 persen dari Munas VIII di Pekanbaru pada 2009 lalu yang menghabiskan Rp 10 miliar. (Dikutip dari Kompas.com, Jumat, 5/12/14).
Pada saat yang sama kondisi korban Lapindo tetap saja mengenaskan, sementara bendungan yang ada di wilayah lumpur pun mengalami kerusakan berat. Negara juga harus menalangi Grup Bakrie dan sampai sekarang tampaknya belum ada kejelasan bagaimana konglomerat ini akan melunasi keajiban hutangnya.
Tetapi dalam urusan kepentingan kekuasaan pribadi, uang seolah tak masalah bagi ARB, boss Grup Bakrie, dan para pendukungnya. Bisa jadi, kekuasaan politik yang dimiliki sebagai boss Partai Golkar akan bisa menjadi penopang untuk bisa bangkit dari keterpurukan ini. Bagaimanapun juga kekuatan politik di DPR dan DPRD serta parpol akan bisa mengerem laju pihak-pihak yang mempersoalkan masalah Lapindo. Kekuasaan politik yang besar juga bisa digunakan untuk mencari akses sumberdaya ekonomi, termasuk jejaring internasional. Fakta bahwa hutang Grup Bakrie semakin banyak, bisa memperkuat dugaan kaitan akses kekuasaan dan bisnis ini. Bahkan kenapa PT MLJ bisa "mbulet" bertahun-tahun dalam urusan ganti rugi unutk korban Lapindo ini, saya kira ada kaitannya dengan lobi-lobi politik tingkat tinggi dari Grup Bakrie!
Walhasil, negara dan rakyat tersandera oleh kepentingan korporasi. Dan jika ini tidak bisa dihentikan oleh Pemerintah Jokowi, maka nasib para korban Lapindo juga tidak akan beda dengan masa SBY yang selalu keok ketika berhadapan dengan kekuatan korporasi. Sudah saatnya rakyat Indonesia menyadari betapa bahayanya korporasi yang memiliki kekuatan politik dan ditopang oleh media massa. Rakyat Indonesia menjadi semacam penyewa dari negeri ini, yang sewaktu-waktu bisa diusir semena-mena oleh sang pemilik yang kejam. Lalu buat apa rakyat berdaulat? [ASHikam]
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam
0 Response to "Kasus Lapindo: Negara dan Rakyat Tersandera Korporasi"