Selamat Datang - Wellcome

Anatomi Penyebaran Ideologi dan Praktik Politik Kebencian

SUARA KAMI - Sebelum membaca Catatan Prof. Muhammad AS Hikam tentang Anatomi Penyebaran Ideologi dan Praktik Politik Kebencian, simak dulu Kliping Berita yang dikutip dari Tempo.co, Senin, 2 Desember 2014 di bawah ini.

Anatomi Penyebaran Ideologi dan Praktik Politik Kebencian - Sejumlah massa yang tergabung dalam dalam Gerakan Masyarakat Jakarta dan FPI membakar boneka Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama di depan Balaikota Jakarta, 1 Desember 2014. Mereka meminta Basuki Thajaja Purnama untuk mundur dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta
Tempo.co
Sejumlah massa yang tergabung dalam dalam Gerakan Masyarakat Jakarta dan FPI membakar boneka Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama di depan Balaikota Jakarta, 1 Desember 2014. Mereka meminta Basuki Thajaja Purnama untuk mundur dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. M IQBAL ICHSAN/ TEMPO
Sebarkan Kebencian, FPI Membajak Demokrasi
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Raja Juli Antoni, mengatakan Front Pembela Islam telah mencederai nilaI-nilai demokrasi dengan menyebarkan kebencian (hate speech). Ini dilakukan FPI saat berdemonstrasi menolak Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Ucapan-ucapan mereka itu membajak demokrasi," kata Juli saat dihubungi, Senin, 1 Desember 2014. FPI terus mendengungkan bila Ahok tidak layak memimpin warga Jakarta karena keturunan Cina dan beragama Kristen.

Juli juga menyebutkan retorika kelompok itu meninggalkan guratan kekerasan atau cultural violence. Di mana kebencian berdasarkan agama dan ras diumbar secara eksplisit dan beulang-ulang di depan publik.

"Hal itu sangat berbahaya karena memberikan pembenaran kebencian yang didasarkan agama dan kultur kepada kelompok tertentu," kata Juli.

Apa yang dilakukan FPI, kata Juli, bertentangan dengan International Convention on Civil Rights yang telah diratifikasi dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2005 tentang larangan menganjurkan kebencian berdasarkan ras dan agama.

Juli menyebutkan polisi harusnya mulai sadar terhadap pelanggaran yang terus dilakukan FPI ini. Polisi tak perlu takut disebut melanggar hak berpendapat FPI. Karena FPI sendiri mencabut hak itu karena menyebarkan kebencian bermuatan SARA."

Ahok pun, kata Juli, sudah berani bertindak tegas dengan melemparkan surat permintaan pembubaran FPI kepada Kementerian Hukum dan HAM. "Tinggal menunggu langkah dari kepolisian."

Di Inggris, tidak perlu ada laporan dari korban hate speech agar kepolisian bergerak menangkap pelaku. Sedangkan di Australia, harus ada laporan korban hate speech.

"Di Indonesia masih abu-abu," kata Juli. Karena itu, ia berharap polisi segera bertindak menyikapi hate speech dari FPI ini agar tidak melebar dan terus-terusan mencederai demokrasi Indonesia. (Tempo.co, 2/12/14)

Anatomi Penyebaran Ideologi dan Praktik Politik Kebencian
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam

Mengapa di Indonesia masalah penyebaran kebencian (hate speech) dan politik berlandaskan kebencian (hatred politics) cenderung berkembang dan dibiarkan berkembang? Apakah karena sistem demokrasi yang mengasumsikan terjamin dan terlindunginya hak-hak asasi serta pelaksanaannya? Ataukah ada faktor-faktor kultural yang dapat digunakan untuk mendukung hate speech dan hatred politics tsb? Ataukah fenomena tersebut merupakan implikasi dari pertarungan elite politik yang mempergunakan segala cara, termasuk hate speech, di dalam merebut posisi dan pengaruh?

Sistem demokrasi dilandasi oleh prinsip adanya jaminan dan perlindungan HAM untuk keberadaan, pertumbuhan dan perkembangan, serta kesinambungannya. Kendati demikian sistem demokrasi juga menganut prinsip rule of law, agar jaminan dan perlindungan serta pelaksanaan HAM tidak menciptakan kekacauan dan anarki. Itulah sebabnya, hate speech dan hatred politics tidak termasuk dalam prinsip perlindungan HAM. Hate speech sama dengan intoleransi yang merupakan musuh dan antitesa dari prinsip HAM. Demikian pula politik berdasarkan kebencian secara prinsipil tidak memiliki tempat dalam sebuah sistem demokrasi, apalagi dalam konteks Indonesia yg pluralistik.

Faktor budaya yang melandasi kebencian jelas ada, sebab dalam masyarakat multikultur seperti Indonesia, persingggungan nilai-nilai budaya, orientasi budaya, dan ekspressi budaya tak bisa dicegah dan bahkan merupakan hal yang natural. Namun demikian, dalam praktik kehidupan bermasyarakat yag telah berabad-2 lamanya, mustahil jika kebencian menjadi landasan budaya dominan. Sebab jika demikian niscaya bangunan masyarakat Indonesia sudah runtuh sejak lama.

Jadi tinggal satu faktor yang menjadi penyebab utama marak dan berkembangnya hate speech dan hatred politics di negeri ini di era pasca-Reformasi, yaitu ketidak mampuan elite politik dan masyarakat untuk mengelola konflik kepentingan sehingga mereka menggunakan segala cara termasuk manipulasi primordialisme yang berujung pada munculnya hate speech dan hatred politics tsb. Elit penguasa bukan saja abai, tetapi justru memanfaatkan gagasan dan gerakan serta organisasi yang menggunakan kebencian atas nama agama, ras, etnik, dll untuk alat tawar menawar posisi. Elit dalam masyarakat sipil juga setali tiga uang, mereka memanfaatkan fenomena hate speech dan hatred politic tsb untuk menangguk keuntungan kelompok, termasuk akses pada sumberdaya politik dan ekonomi.

Hukum yang seharusnya bisa menjadi landasan dan instrumen bagi penegakan sistem demokrasi, justru dibungkam ketika berhadapan dengan kiprah kelompok dan organisasi penyebar kebencian. Maka terjadilah sebuah anomali yang luar biasa dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara di negeri ini. Masyarakat yang dikenal dan percaya bahwa dirinya adalah toleran dan harmonis, ternyata menjadi penyebar kebencian dan politik pecah belah, Negara yang demokratis dan memiliki landasan negara yang luhur seperti Pancasila, ternyata menjadi pelindung dan pembiar gagasan, dan praktik-praktik kebencian yang akan menghancurkan dirinya sendiri. [ASHikam]

0 Response to "Anatomi Penyebaran Ideologi dan Praktik Politik Kebencian"