Selamat Datang - Wellcome

The Empire Strikes Back (And Failed?) - Kisah DPR KIH vs KMP

SUARA KAMI - Boleh saja Effendi Simbolon (ES), salah seorang pimpinan "DPR-Perjuangan" (DPR-P) mengklaim bahwa sidang yang digelar olehnya kemaren tidak main-main. Tetapi, para pakar hukum tata negara menganggap sebaliknya. Justru ES dkk sedang mempermainkan aturan hukum, termasuk Konstitusi NKRI, dengan rekayasa politik seperti itu.
Effendi Simbolon
Net
Effendi Simbolon

Ditinjau dari landasan legal formal, Tatib DPR maupun UU MD-3 tidak mengatur kemungkinan terjadinya upaya seperti itu, sehingga ini bisa dianggap sebagai ekstra legal, alias pelanggaran. Konstitusi juga demikian halnya, tidak mengatur sama sekali hak para wakil rakyat untuk membentuk tandingan, kendatipun dalam keadaan darurat. Jadi kalau DPR-P mengatakan pagelaran komedinya tidak main-main, bisa jadi bagi pihak lain artinya malah lebih serius dalam pengertian negatif, yaitu pelecehan terhadap UU dan Konstitusi!

Tindakan DPR-P hanya bisa 'dipahami' dalam konteks politik perebutan kekuasaan di Parlemen semenjak usainya Pemilu 2014, khususnya Pilpres. Seluruh rakyat Indonesia tahu bahwa hasil Pilpres berdampak luas dan memecah parpol-parpol dalam dua kubu, Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), yang masing-masing kemudian memperebutkan posisi-posisi strategis di Parlemen (DPR dan MPR). Pertarungan ini tidak terlepas dari terbentuknya pemerintah baru di bawah Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla (JK) yang hanya didukung oleh empat parpol (PDIP, Nasdem, PKB, dan Hanura) di DPR, sebelum PPP ikut bergabung dalam sidang MPR. Sayangnya, karena ketidak mampuan politik KIH, seluruh posisi strategis di Parlemen di sapu bersih oleh KMP. Bukan hanya itu, bahkan dalam amandemen UU MD-3, yang didalamnya antara lain mengatur masalah pemilihan kepemimpinan di DPR, pun KMP menang telak sehingga mampu menggunakannya sebagai alat yang efektif untuk mengontrol DPR dan memenangkan posisi pimpinan MPR!

Kemenangan KMP itulah yang sama sekali tak diprediksi dan/atau tak diantisipasi dengan cermat dan efektif oleh elite KIH dan politisi mereka di DPR. Akibatnya bukan saja ia membuat squadnya kalah di DPR, tetapi yang lebih serius adalah menguatnya ancaman bagi relasi kondusif antara Pemerintah dan DPR di waktu-waktu yang akan datang. Sayangnya KIH justru merespons kekalahan-kekalahan yang sudah 6:0 tersebut dengan manuver politik yang absurd, yaitu membuat DPR-P dan melontarkan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR yang legitimasinya, baik legal formal maupun politik, lebih kuat.

Presiden Jokowi, sengaja atau tidak, langsung atau tak langsung, kini terseret dalam pertarungan ini dan telah menjadi "korban" dari manuver kubu koalisi pendukungnya, KIH. Jika tidak secepatnya ada solusi, opini publik terhadap beliau dan pemerintahannya yang kini masih kuat, akan mengalami penggerusan. Untuk sementara, Pemerintah memang sudah menyatakan tidak akan mengamini permintaan KIH yakni membuat Perppu untuk mengganti UU MD-3. Namun langkah itu saya kira belum cukup untuk mengakhiri kemelut politik di Senayan.

KIH tampaknya sedang berusaha menggunakan "jalan pedang" untuk memenangi pertarungan ini. Mungkin saja sekarang KIH merasa lebih kuat setelah Fraksi PPP ada di pihak mereka, karena akan bisa membuat rapat-rapat dan sidang di DPR tidak kuorum. Sayangnya jalan seperti ini belum tentu efektif, karena sangat tergantung pada stamina para politisi dan parpol untuk melakukan manuver-manuver mereka. Sementara itu, opini publik dan reaksi pasar jelas lebih memilih pihak yang dapat menjamin kepastian politik sehingga dukungan terhadap KIH juga cenderung akan melemah jika situasi krisis ini berlarut-larut. Dengan kata lain, kendati ES dkk melakukan serangan balik menggebu, tetapi probabilitas kegagalannya kian hari kian tinggi... The KIH strikes back... (but failed?!) [ASHikam]

Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam

0 Response to "The Empire Strikes Back (And Failed?) - Kisah DPR KIH vs KMP"