Kompas.com
Presiden Joko Widodo, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (28/10/2014).
|
Tekanan politik yang berasal dari KIH dimaksudkan agar Presiden Jokowi mengambil langkah-langkah strategis yang dapat menyelesaikan krisis dan memenangkan kubu tersebut. Salah satu langkah strategis tersebut adalah dengan mengeluarkan Perppu yang akan menggantikan UU MD-3, yang merupakan payung hukum bagi Koalisi Merah Putih (KMP) untuk melakukan sapu bersih posisi-posisi pimpinan di DPR dan MPR. Presiden Jokowi harus sangat hati-hati menghadapi takanan ini, sebab mengeluarkan Perppu tersebut, walaupun merupakan hak prerogatif Presiden, tentu harus menggunakan alasan adanya "kegentingan yang memaksa" atau situasi krisis yang dampaknya sangat berpengaruh negatif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pertanyaannya, apakah pembentukan DPR tandingan itu akan mengarah pada krisis tersebut sehingga Presiden punya alasan untuk mengeluarkan Perppu?
Tentu saja, jawaban atas pertanyaan tersebut sangat tergantung pada dinamika yang terjadi di Parlemen dan parpol-parpol dalam kubu yang kisruh. Jika KMP bisa menggalang jumlah fraksi sehingga korum dalam sidang-sidang dan rapat-rapat DPR, maka legitimasi yuridis dan politis jelas ada di pihak mereka. Namun apabila sebaliknya, misalnya KIH berhasil menyatukan Fraksi PPP sehingga tidak ada yang lagi fraksi PPP tandingan yang menjadi bagian dari KMP, maka tentu legitimasi yuridis dan politis berubah. Dan jika kedua kubu sama-sama ngotot dan terjadi deadlock di DPR sehingga Pemerintah terganggu dalam menyelenggarakan semua kegiatannya, maka alasan adanya kegentingan yang memaksa terpenuhi. Dan di sini barulah sebuah pintu masuk bagi Perppu menjadi terbuka bagi Presiden.
Alternatif lain adalah bukan menggunakan pendekatan legal formal dan politis seperti itu. Bisa juga resolusi konflik DPR ini dilakukan dari Presiden Jokowi melalui upaya merujukkan KMP dan KIH sehingga terjadi peredaan ketegangan serta menghindari kebuntuan serta deadlock yang merugikan semua pihak. Saya punya kepercayaan cukup tinggi bahwa cara ini sangat mungkin digunakan.
Presiden Jokowi sudah berkali-kali menunjukkan kepiawaian beliau dalam urusan yang satu ini, berkat pendekatan komunikasi politik beliau yang efektif dan bisa mencairkan berbagai ketegangan. Contoh paling kongkrit adalah blusukan yang beliau lakukan kepada tokoh-tokoh KMP sebelum Sidang MPR yang berhasil meredakan ketegangan politik yang sangat tinggi saat itu. Jika langkah ini yang diambil dan berhasil, maka Presiden Jokowi benar-benar akan tampil sebagai pemimpin negarawan yang mampu mengatasi kepentingan perkubuan dan politik. Rakyat akan mendukung pendekatan rekonsiliatif seperti ini, ketimbang pendekatan legal formal, seperti mengeluarkan Perppu, yang absah secara konstitusional.
Konflik di Parlemen ini merupakan tes kepemimpinan, bukan hanya untuk parpol dari kedua kubu, tetapi juga Presiden Jokowi. Rakyat Indonesia, pasar, dan masyarakat internasional telah, sedang, dan akan menyaksikan bagaimana respon Presiden Jokowi menghadapi dan menjawab tes tersebut dalam waktu dekat. [ASHikam]
Catatan: Prof. Muhammad AS Hikam
0 Response to "Presiden Jokowi dan Resolusi Konflik KMP vs KIH di DPR"