PPP memang bukan partai besar dan berpengaruh, tetapi kini mempunyai posisi strategis dalam perimbangan kekuatan di Parlemen, karena bisa memperkuat pihak mana yang didukung. Jika RH memenangkan perebutan kepemimpinan secara legal formal dan politik, maka Fraksi-fraksi pendukung KIH di DPR jelas bertambah kuat, yakni 6 fraksi. Demikian pula sebaliknya jika kubu SDA yang unggul. Kehadiran PPP menjadi penentu apakah sidang-sidang dan rapat-rapat DPR akan kuorum.
Karena itu KIH dan KMP akan benar-benar tergantung kepada keputusan akhir siapa yang dianggap sah sebagai pemimpin partai secara formal. Dan kini setelah Kemenkumham menyatakan bahwa kubu RH sebagai pihak yang sah, berikutnya adalah apakah akan ada proses pengadilan dari tingkat pertama sampai kasasi yang akan menentukan siapa yang benar-benar sah.
Jalan lain yang bisa ditempuh tentu jika kedua kubu ber-islah dan kembali menjadi satu. Masalahnya, apakah setelah kedua kubu melakukan Muktamar, dan salah satunya telah mendapat pengesahan oleh Pemerintah lalu akan mempermudah islah?
Pengalaman menujukkan, konflik kepartaian seperti ini akan berpanjang-panjang dan implikasinya sampai di lapisan akar rumput. Sehingga islah menjadi lebih rumit dan panjang ketimbang jalan hukum. Bahkan kendati PPP memiliki sesepuh seperti Ulama kharismatik dari Sarang, Jawa Tengah, KH Ma'moen Zubair (MZ), tetapi tidak bisa menjamin islah akan terjadi dengan segera. Bahkan, jika tidak berhati-hati, justru Ulama akan menjadi medan perebutan legitimasi politik yang ujungnya merendahkan martabat lembaga keagamaan itu sendiri. Hasil akhirnya adalah merosotnya citra partai berlambang Kabah tersebut di mata pendukung dan masyarakat Indonesia pada umumnya. [ASHikam]
Catatan: Prof. Muhammad AS Hikam
0 Response to "Kemelut PPP Bagian dari Pertarungan KIH vs KMP"