Selamat Datang - Wellcome

Menyimak Catatan Denny JA Tentang Blunder Presiden Jokowi

SUARA KAMI - Catatan Denny JA (DJA) tentang empat blunder Presiden Jokowi, saya kira menarik untuk dicermati dan dikritisi. Posisi DJA yang sebelumnya merupakan salah seorang pendukung capres Jokowi sangat penting jika saat ini dia justru berbalik menjadi oposan. Apalagi sebagai pemilik sebuah lembaga survei yang berpengaruh (LSI), tentu pandangannya tidak sekadar karena sentimen pribadi, tetapi juga ditopang oleh jajak pendapat yang kini semakin mendapat tempat dalam mempengaruhi keputusan-keputusan publik dan juga trend (kecenderungan) politik. Demikian juga, catatan DJA perlu dikaitkan dengan performa Presiden Jokowi selama sebulan terakhir ini yang menjadi perhatian publik, pasar, korporasi, dan juga dunia internasional.

Menyimak Catatan Denny JA Tentang Blunder Presiden Jokowi
Net
Denny JA

Inilah Empat Blunder Jokowi Versi Denny JA
Empat blunder itu adalah: pertama, janji membentuk kabinet ramping.

"Blunder pertama adalah janji membentuk kabinet ramping. Cukup lihat di google mengenai janji kampanye itu. Publik sudah membayangkan reformasi yang akan dilakukan Jokowi atas jumlah kementrian, membuatnya lebih ringkas dan efektif. Yang terjadi kembali kabinet as usual yang sama banyaknya dengan kabinet presiden SBY. Beda antara janji dan realisasi," beber Denny JA.

Belunder kedua, janji membentuk kabinet non-transaksional, the dream team.

"Yang terjadi kabinet as usual, penuh dengan transaksi dan kompromi. Banyak yang bukan the right person in the right place," ungkap dia.

Blunder ketiga, menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dalam waktu yang tidak tepat.

"Blunder BBM ini menjauhkan Jokowi dari pendukung tradisionalnya: wong cilik. Dari Pilpres Juli lalu, karena wong cilik ini Jokowi menang tipis atas Prabowo. Kini sebagian wong cilik mulai menjauh dari Jokowi," beber Denny JA.

Blunder yang terakhir atau yang keempat, penunjukan Jaksa Agung berasal dari partai politik. Seperti diketahui, kemarin Presiden Jokowi melantik politisi NasDem HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung.

"Puncak tertinggi penegakkan hukum tak membuat publik nyaman. Penunjukkan Jaksa Agung ini dapat menjauhkan Jokowi dari pendukung utamanya: aneka civil society yang sangat concern dengan penegakkan hukum," ujar Denny JA. (Dikutip dari rmol.co, Jum'at, 21 November 2014)

Blunder pertama dan kedua yang disebut DJA, tentang janji Jokowi mengenai kabinet yang ramping dan non-transaksional, kini mulai mendapat banyak sorotan bukan hanya dari oposisi, tetapi juga dari dalam kubu PDIP sendiri. Tak kurang dari tokoh PDIP seperti Effendi Simbolon (ES) yang melontarkan kritik keras terhadap beberapa menteri yang menurutnya neoliberal dan menguasai sektor-sektor strategis Migas.

Kualitas Menteri dari PDIP seperti Yasonna Laoly (YL) dan Tjahjo Kumolo (TK) serta Puan Maharani, juga dipertanyakan ketika mereka menghandel masalah-masalah yang menjadi tupoksinya. Demikian pula kemampuan komunikasi publik para Menterinya seperti Menteri ESDM dan Menkeu dalam menyosialisasikan kebijakan sensitif seperti kenaikan BBM yang masih kontroversial. Mungkin publik masih akan memberi kesempatan kepada mereka untuk memperbaiki kapasitas-kapasitas pribadi dan itu sangat mungkin dilakukan. Yang sangat susah adalah jika mereka-mereka sudah terkait dan / atau mewakili kepentingan ideologis dan kelompok-kelompok yang sejatinya bertentangan secara diametral dengan paradigma yang digunakan Presiden Jokowi dalam memerintah.

Blunder ketiga dan keempat yang ditunjukkan DJA, hemat saya masih sulit untuk digunakan sebagai alat penilai bagi Presiden Jokowi. Masalah kenaikan harga BBM memang masih pro kontra di kalangan elite politik, khususnya pihak yang menjadi oposisi seperti KMP. Namun kesiapan Presiden Jokowi dalam mengantisipasi reaksi negatif tsb juga sangat jelas dan bisa diterima oleh pasar serta publik.

Hasil jajak pendapat DJA saya kira lebih menunjukkan reaksi sesaat dan perlu dicermati secara hati-hati dan, jika perlu, diikuti dengan jajak pendapat beberapa bulan setelah kebijakan BBM itu dibuat dan bagaimana Pemerintah Jokowi meresalisasikan kompnesai dan realokasi subsidi BBM seperti yang dijanjikan. Mengenai Jaksa Agung baru, saya melihat reaksi negatif yang muncul tidak cukup signifikan. Namun Jaksa Agung baru akan menjadi salah satu titik yang menjadi sorotan publik jika ia tak mampu menunjukkan komitmennya pada pemberantasan korupsi seperti KPK.

Saya kira catatan-catatan DJA perlu diapresiasi dan diperhatikan oleh Presiden Jokowi karena mencerminkan keprihatinan dari sebagian publik terhadap perkembangan pemerintahan beliau. Harapan publik yang sangat besar kepada pemerintah baru bisa saja menjadi pendorong dan penyemangat, tetapi jika harapan tersebut tersia-sia justru akan berbalik merugikannya. [ASHikam]

Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam

0 Response to "Menyimak Catatan Denny JA Tentang Blunder Presiden Jokowi"