Halaman Facebook Ir. H. Joko Widodo
|
"Kita itu jadi rebutan," kata Jokowi dalam wawancara doorstop di hotel Kempinski, Beijing, Senin (10/11), seperti dilansir oleh Beritasatu.com.Namun demikian, kegembiraan dan kebanggaan di atas tak ada artinya jika tidak bisa diaktualisasikan dalam kenyataan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab ada banyak sekali fakta yang bisa digunakan untuk menunjukkan bahwa belum tentu posisi diperebutkan tsb adalah positif. Bisa jadi metafora tsb lebih mirip dengan perebutan kue oleh pihak-pihak dari luar. Sama halnya Indonesia pernah jadi rebutan negara kolonial pada abad 15, saat Belanda, Portugis, Spanyol, dan Inggris melakukan ekspansi ekonomi dan politik ke seluruh dunia. Indonesia yang pada saat itu belum menjadi sebuah entitas negara-bangsa, juga diperebutkan karena posisi strategisnya dan kekayaan alamnya. Diperlukan waktu 3,5 abad untuk melepaskan diri dari penjajahan dan muncul menjadi sebuah negara bangsa yang berdaulat.
Sejarah menunjukkan bahwa hampir tujuh dasawarsa pasca kemerdekaan diraih, negeri ini masih belum terus mengalami pasang naik dan turun. Kondisi ekonomi nasional pada 15 tahun terakhir masih belum bisa disebut membanggakan jika dibandingkan dengan negara-negara pasca-kolonial di Asia seperti Korsel, Tiongkok, India dan bahkan jika dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia. Justru kian ditengarai ketergantungan ekonomi kepada asing, melebarnya kesenjangan kaya-miskin, merosotnya infrastruktur, dan terancamnya ketahanan energi dan pangan!
Tanpa mengurangi rasa hormat dan optimisme terhadap pemetintah Presiden Jokowi, saya kira kita perlu proporsional dalam menyikapi antusiasme negara-negara besar terhadap Indonesia. Kita juga perlu memperkuat diri dalam menghadapi perebutan pengaruh dari luar tsb, termasuk dalam mewaspadai implikasi-implikasi dari masuknya modal asing terhadap kedaulatan kita. Kesadaran terhadap pentingnya keamanan nasional harus selalu ditumbuhkembangkan pada warganegara terutama generasi muda. Tak ada gunanya jika posisi kita yang diperebutkan itu ternyata bukan menjadikan kita makin kuat dan mandiri. Tak ada manfaatnya kita dipuja-puji hanya untuk dikuras SDA nya. Karena itu sebenarnya sama saja dengan mengulangi keterjajahan dengan bungkus yang baru. [ASHikam]
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam
0 Response to "Ketika Indonesia Jadi Rebutan [Pertemuan Para Pemimpin APEC di Beijing]"