SUARA KAMI - Perseteruan antara Forum Pembela Islam (FPI) Jakarta vs Plt Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Biasa dipanggil Ahok), makin menegangkan dan berpotensi eksplosif dan bisa saja akan mengakibatkan keributan dan gangguan terhadap ketertiban umum. FPI menggunakan isu agama untuk mendiskreditkan dan bahkan menolak Ahok sebagai Gubernur DKI yang sah secara Konstitusional. Dalam unjuk rasa yang digelar FPI untuk menolak Ahok, bahkan ditengarai telah dilakukan kekerasan yang membawa korban luka di antara aparat, dan kasusnya kemudian diproses secara hukum. Toh FPI tampaknya bergeming, dan terus melakukan desakan agar Ahok mundur.
FPI bisa saja berdalih menggunakan hak politiknya untuk menyatakan pendapat dan berkumpul serta menolak Ahok menjabat Gubernur. Hanya saja, dalih tersebut terkesan dipaksakan karena pihak yang diprotes memiliki keabsahan konstitusional dan beliau terpilih melalui proses politik yang juga telah sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku. Ditambah lagi jika faktanya aksi kekerasan telah nyata-nyata digunakan dalam rangka menyatakan pendapat (protes) tersebut. FPI semakin kehilangan keabsahan hukum maupun etik dalam protesnya dan hemat saya tidak bisa dibiarkan oleh Pemerintah serta aparat keamanan. Pembiaran terhadap kekerasan dan tindakan memaksakan kehendak, termasuk yang memakai dalih agama, justru akan merusak legitimasi Pemerintah sendiri.
Saya sependapat dengan ide Gubernur Ahok untuk membawa masalah ini ke Kementerian Hukum dan HAM dan, bahkan, rekomendasi beliau agar FPI Jakarta dibubarkan pun saya rasa cukup beralasan.
Jika perilaku obskurantis dibiarkan tanpa ada pengendalian dan pencegahan secara tegas dan berlandaskan hukum, maka akan menciptakan efek perguliran (bandwagon effect) dan ditiru di wilayah-wilayah lain di negeri ini. Padahal, masyarakat Indonesia di berbagai daerah juga makin gerah dengan ulah FPI dan penolakan-penolakan pun telah sering kita baca di media. Last but not the least, pemakaian kekerasan dengan berlindung di balik wacana agama yang dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil (OMS) juga berpotensi mencederai dan memperlemah tubuh masyarakat sipil Indonesia sendiri karena akan menabur virus perpecahan di dalamnya.
Pemerintah Jokowi yang notabene merupakan hasil dari reformasi tidak boleh membiarkan masyarakat sipil mengalami kemerosotan dan pelemahan seperti itu, jika tidak ingin rezim otoriter kembali di bumi Nusantara ini. Tidak perlu lagi mengulangi kesalahan Pemerintah sebelumnya yang terang-terangan memilih sikap lembek menghadapi ormas yang suka melakukan kekerasan. Bravo Pak Ahok! [ASHikam]
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam.
detik.com
|
Saya sependapat dengan ide Gubernur Ahok untuk membawa masalah ini ke Kementerian Hukum dan HAM dan, bahkan, rekomendasi beliau agar FPI Jakarta dibubarkan pun saya rasa cukup beralasan.
"Nggak ada perundingan! Kita mau bikin surat ke kemenkum HAM untuk rekomendasi membubarkan FPI. Jadi jelas sikap kita bahwa FPI tidak boleh ada di bumi Indonesia karena melanggar konstitusi dan UUD 1945, pancasila," terang Ahok di balai kota DKI, Jakarta, Senin (10/11/2014), seperti dilansir oleh Detik.com.Pemerintah baru di bawah Presiden Jokowi harus bersikap proaktif dalam menanggapi laporan ini, karena akan menjadi sebuah tes terhadap janji akan menggebuk ormas anarkis. Apalagi mengingat lokasinya adalah di ibukota Republik yang menjadi etalase bagi bangsa Indonesia dan komunitas internasional.
Ahok memiliki alasan kuat membubarkan FPI. Dia menilai FPI sudah kerap menyebarkan fitnah karena alasan itu dia ingin FPI dibubarkan.
"Kalau menolak saya hanya karena alasan agama dan menyebarkan fitnah macam-macam, maka tidak layak FPI ada di bumi Indonesia. ini statemen saya sangat jelas," tutur dia, dikutip dari Detik.com.
Jika perilaku obskurantis dibiarkan tanpa ada pengendalian dan pencegahan secara tegas dan berlandaskan hukum, maka akan menciptakan efek perguliran (bandwagon effect) dan ditiru di wilayah-wilayah lain di negeri ini. Padahal, masyarakat Indonesia di berbagai daerah juga makin gerah dengan ulah FPI dan penolakan-penolakan pun telah sering kita baca di media. Last but not the least, pemakaian kekerasan dengan berlindung di balik wacana agama yang dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil (OMS) juga berpotensi mencederai dan memperlemah tubuh masyarakat sipil Indonesia sendiri karena akan menabur virus perpecahan di dalamnya.
Pemerintah Jokowi yang notabene merupakan hasil dari reformasi tidak boleh membiarkan masyarakat sipil mengalami kemerosotan dan pelemahan seperti itu, jika tidak ingin rezim otoriter kembali di bumi Nusantara ini. Tidak perlu lagi mengulangi kesalahan Pemerintah sebelumnya yang terang-terangan memilih sikap lembek menghadapi ormas yang suka melakukan kekerasan. Bravo Pak Ahok! [ASHikam]
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam.
0 Response to "Mendukung Sikap Tegas AHOK Hadapi FPI"