detik.com
Menko Polhukam Tedjo Edhi Purdijanto
|
Statemen yang menurut hemat saya serampangan dan tidak dipikirkan implikasinya ini, bisa saja dilontarkan untuk menunjukkan keseriusan dan kehati-hatian Pemerintah Jokowi dalam melakukan seleksi figur Kepala BIN yang akan menggantikan Letjen TNI (Purn) Marciano Norman (MN). Bisa juga hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan kepada publik komitmen Pemerintah terhadap reformasi dan penguatan aparatur negara di bidang keamanan dan pertahanan nasional, tersauk di dalamnya komunitas intelijen di mana BIN adalah pemegang kewenangan sebagai koordinatornya. Namun pernyataan TEP bahwa "..selama ini kan yang terjadi data BIN suka meleset, ke depannya tidak boleh.." buat saya sangat problematik dan tidak nalar.
"Beliau (Presiden Jokowi) sangat hati-hati soal BIN dan Jaksa Agung. Selama ini kan yang terjadi data BIN suka meleset, ke depannya tidak boleh," ujar Tedjo di Istana Negara, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (4/11/2014) dikutip dari detik.com.
PERTAMA, sebagai pejabat Menko Polhukam yang belum sebulan lamanya, dari mana TEP bisa tahu bahwa "selama ini" data BIN suka meleset? Sebab user utama lembaga telik sandi tsb selam 10 tahun terakhir adalah Presiden SBY. Kalau yang mengatakan adalah mantan Menko Polhukam, Marsekal (Purn) Joko Suyanto, mungkin masih bisa dinalar. Bisa saja TEP adalah mantan KASAL pada masa Presiden SBY, tetapi sejauhmana dia tahu akurasi informasi intelijen dari BIN, sehingga ia bisa dengan seenaknya memakai kalimat "selama ini.. data BIN suka meleset" itu. Jabatannya sebagai Menko Polhukam yang baru hitungan minggu, saya kira tidak memungkinkan TEP membuat statemen seperti itu dengan akurasi dan validitas yang bisa dipertanggung jawabkan.
KEDUA, sebagai pejabat negara yang mengkoordinasi bidang politik dan keamanan, saya kira sangat tidak layak jika TEP memberikan statemen publik yang bisa dikesankan merendahkan kualitas lembaga intelijen negara. Sebab jika TEP diminta membuktikan, berapa persen data yang dikeluarkan BIN meleset, saya berani taruhan dia tidak akan mampu. Statemen seorang Menko Polhukam tentang kualitas lembaga yang dikoordinasinya haruslah akurat dan tidak menimbulkan polemik yang bisa diplintir oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Belum lagi dampak moral hazard yang bisa ditimbulkan oleh statemen tsb bagi awak intelijen negara, bukan saja BIN, tetapi seluruh komunitas intelijen yang dikoordinasi oleh BIN. Sebab sumber intelijen yang diperoleh oleh BIN tentu bukan saja hasil dari pengumpulan sendiri tetapi juga dari komunitas intelijen yang di bawah koordinasinya.
KETIGA, omongan TEP terlalu tergesa-gesa dan menunjukkan bahwa ia tidak mumpuni dalam melakukan komunikasi publik dalam posisinya sebagai koordinator para menteri di bidang pulitik, hukum, dan keamanan. Kalau niatnya hanya untuk menunjukkan keseriusan Presiden dalam memilih Kepala Intelijen Negara, maka tidak perlu omong yang bisa ditafsirkan pihak lain mendiskreditkan BIN. Jika memang TEP ingin melakukan perubahan dan meningkatkan kualitas lembaga intelijen, dia bisa membuat kritik yang sekeras-kerasnya dan setajam-tajamnya tetapi secara benar dan tepat sasaran serta konteks yang pas. Justru dengan statemen grusa-grusu seperti itu, TEP sedang memposisikan dirinya sebagai pihak yang tidak memiliki strategi komunikasi publik yang efektif sebagi seorang koordinator.
KEEMPAT, statemen TEP pasti akan dibaca dan dicatat serta dipelajari bukan saja oleh publik dan pemangku kepentingan di tingkat nasional, tetapi juga internasional. Jika pihak-pihak negara sahabat membaca statemen TEP mengenai melesetnyua data yang diberikan BIN "selama ini" maka lagi-lagi dampaknya akan sangat negatif dan ketidak percayaan terhadap kemampuan kekuatan intelijen RI akan meningkat. Dengan kata lain ucapan sembrono TEP ikut menyumbang persepsi kurang konstruktif terhadap kekuatan yang memiliki fungsi sangat penting dalam sistem keamanan dan pertahanan negara, yaitu intelijen.
Saya kira Presiden Jokowi perlu memberikan briefing kepada para Menko dan Menterinya agar wasis dan terampil dalam melakukan komunikasi publik. Jangan sampai karena semangat ingin tampil dan ingin menunjukkan diri bekerja keras, justru malah berbalik merugikan Pemerintah sendiri. Mumpung masih baru, saya kira mereka ini perlu dilatih untuk bicara di publik sehingga bisa lebih efektif. Atau gunakanlah Humas mereka dengan baik. Menjadi pejabat tinggi tidak berarti bisa omong dengan efektif, dan karena itu Humas dibentuk untuk membantunya. Jangan sampai Menteri-menteri kemudian bicara tanpa melihat konteks dan cara bertutur yang pas. Maunya baik malah menciptakan salah paham dan paham yang salah. [ASHikam]
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam, 6 November 2014
0 Response to "Benarkah Omongan Menko Polhukam Soal BIN?"