SUARA KAMI - "Apakah kelakuan sebagian anggota DPR seperti anak TK?" Salah! "Atau seperti 'play group'?" Lebih salah lagi! "Apakah seperti PAUD?" Sama sekali tidak benar!. "Lalu apa dong?" Seperti sekelompok preman yang sedang rebutan hasil jarahan! "Kok sadis amat?" Ya memang itu yang paling pas sebagai metafora. "Kenapa?"
Pertama, DPR adalah lembaga tinggi negara sehingga anggotanya harus menjaga kehormatan selayaknya lembaga tinggi sebuah negara. Hanya mental preman saja yang tidak peduli dengan kehormatan.
Kedua, anggota DPR selalu dipanggil atau minta dipanggil "yang terhormat" oleh pihak lain, sehingga tentunya harus memiliki dan mampu menjaga etika dan etiket. Jika minta dipanggil terhormat tetapi perilakunya berlawanan, maka preman namanya.
Ketiga, DPR adalah sebuah forum yang mewakili, dan sebagai pengejawantahan, aspirasi rakyat. Karena itu wajib bagi para anggotanya menjaga martabat diri sendiri maupun kolektif dengan menggunakan etika dan etiket yang disepakati.
Keempat, para wakil rakyat adalah orang-orang terpilih dari sekian juta rakyat Indonesia. Jika diantara mereka ada yang berperilaku tidak beradab, maka berarti mereka tak layak untuk dianggap sebagai mewakili keadaban.
Kelima, anggota DPR juga secara langsung menjadi representasi bangsa dan negara RI di mata negara-negara lain. Jika perilaku mereka tidak etis dan tidak santun maka bangsa lain akan menganggap Indonesia kualitasnya sama dengan sementara anggota DPR yang seperti preman itu.
Sebenarnya masih ada alasan lain, misalnya, fakta bahwa yang ribut adalah anggota DPR dari fraksi parpol Islam, dan yang memimpin paripurna juga wakil DPR yang berasal dari fraksi parpol Islam. Kelakuan preman yang dipertontonkan oleh kedua pihak, sangat mempermalukan ummat Islam dan jelas berlawanan dengan ahlaqul karimah yang menjadi salah satu ajaran dalam agama Islam. Perilaku preman anggota DPR, membalikkan meja, teriak-teriak, memceahkan gelas, dll, sangat jauh dengan klaim sebagai parpol Islam. Dan saya kira mereka yang bikin ribut itu harus dievaluasi lagi apakah masih layak menjadi wakil ummat Islam di DPR yg terhormat.
Insiden Selasa (28/10/2014) bisa menjadi salah satu pertanda bahwa kualitas DPR periode 2014-2019 sama atau lebih jeblog dari sebelumnya. Paripurna yang diwarnai oleh kericuhan merupakan cermin retak dari kualitas dan citra DPR baru ini. Jika DPR sebelumnya mengalami defisit yang sangat besar dalam hal kepercayaan (trust) rakyat, maka DPR hasil Pileg 2014 ini rasanya juga aakan mengulangi reputasi yg sama. Bahkan bukan saja soal kepercayaan, bahkan kesantunan publik (Public civility) pun mengalami defisit.
Astaghfirullah... Semoga mereka masih bisa disadarkan dan diperingatkan. [ASHikam]
Catatan: Prof. Muhammad AS Hikam
Pertama, DPR adalah lembaga tinggi negara sehingga anggotanya harus menjaga kehormatan selayaknya lembaga tinggi sebuah negara. Hanya mental preman saja yang tidak peduli dengan kehormatan.
Kedua, anggota DPR selalu dipanggil atau minta dipanggil "yang terhormat" oleh pihak lain, sehingga tentunya harus memiliki dan mampu menjaga etika dan etiket. Jika minta dipanggil terhormat tetapi perilakunya berlawanan, maka preman namanya.
Ketiga, DPR adalah sebuah forum yang mewakili, dan sebagai pengejawantahan, aspirasi rakyat. Karena itu wajib bagi para anggotanya menjaga martabat diri sendiri maupun kolektif dengan menggunakan etika dan etiket yang disepakati.
Keempat, para wakil rakyat adalah orang-orang terpilih dari sekian juta rakyat Indonesia. Jika diantara mereka ada yang berperilaku tidak beradab, maka berarti mereka tak layak untuk dianggap sebagai mewakili keadaban.
Kelima, anggota DPR juga secara langsung menjadi representasi bangsa dan negara RI di mata negara-negara lain. Jika perilaku mereka tidak etis dan tidak santun maka bangsa lain akan menganggap Indonesia kualitasnya sama dengan sementara anggota DPR yang seperti preman itu.
Sebenarnya masih ada alasan lain, misalnya, fakta bahwa yang ribut adalah anggota DPR dari fraksi parpol Islam, dan yang memimpin paripurna juga wakil DPR yang berasal dari fraksi parpol Islam. Kelakuan preman yang dipertontonkan oleh kedua pihak, sangat mempermalukan ummat Islam dan jelas berlawanan dengan ahlaqul karimah yang menjadi salah satu ajaran dalam agama Islam. Perilaku preman anggota DPR, membalikkan meja, teriak-teriak, memceahkan gelas, dll, sangat jauh dengan klaim sebagai parpol Islam. Dan saya kira mereka yang bikin ribut itu harus dievaluasi lagi apakah masih layak menjadi wakil ummat Islam di DPR yg terhormat.
Insiden Selasa (28/10/2014) bisa menjadi salah satu pertanda bahwa kualitas DPR periode 2014-2019 sama atau lebih jeblog dari sebelumnya. Paripurna yang diwarnai oleh kericuhan merupakan cermin retak dari kualitas dan citra DPR baru ini. Jika DPR sebelumnya mengalami defisit yang sangat besar dalam hal kepercayaan (trust) rakyat, maka DPR hasil Pileg 2014 ini rasanya juga aakan mengulangi reputasi yg sama. Bahkan bukan saja soal kepercayaan, bahkan kesantunan publik (Public civility) pun mengalami defisit.
Astaghfirullah... Semoga mereka masih bisa disadarkan dan diperingatkan. [ASHikam]
Catatan: Prof. Muhammad AS Hikam
0 Response to "Mengintip Pagelaran Premanisme di Gedung Senayan"