Antaranews.com
Setya Novanto, Ketua DPR Periode 2014 - 2019
|
Tapi analisa toh tetap harus dibuat. Kemenangan 2:0 kubu Koalisi Merah Putih (KMP) vs kubu Indonesia Hebat (IH) memang cukup spektakuler dan berpotensi merubah kecenderungan politik nasional pada 5 tahun yang akan datang. Demikian Tempo.co Kamis, (2/9) memberitakan dengan judul: Setya Novanto Cs Jadi Pimpinan DPR, PDIP Kalah 2-0.
KMP kini menguasai DPR dan mungkin MPR. Pengaruhnya tentu akan sangat terasakan juga nanti di DPD, walaupun lembaga yang disebut terakhir itu masih belum akan banyak menentukan dalam pengambilan keputusan strategis kenegaraan. Sementara itu, kubu IH harus menjadi pihak yang bertahan. Kendati semua belum final, tetapi kemungkinan besar konstelasi DPR periode 2014-2019 akan sama sekali berlawanan dengan sepuluh tahun sebelumnya ketika Presiden SBY memegang kendali pemerintahan. Presiden Jokowi dan Wapres JK jelas akan lebih susah mengendalikan Senayan dan akan dipaksa melakukan berbagai kompromi dalam tiga bidang: budget, legislasi, dan pengawasan pemerintahan, yang menjadi fungsi DPR tersebut.
Ini berarti bahwa arah dan progress Pemerintahan Jokowi-JK berpotensi mengalami berbagai distorsi dari platform yang sudah dibuat sebelumnya. Belum lagi jika DPR yang dikuasai KMP makin merasa mampu melakukan tekanan karena kekuatan mayoritas. Posisi Partai Demokrat (PD) yang semula bisa diharapkan oleh IH, tampaknya sangat sulit diharapkan, karena kapitulasi sudah dilakukan dengan KMP dengan imbalan posisi di DPR dan (mungkin) MPR. IH juga tidak bisa terlalu berharap dari masyarakat sipil, karena kelompok-kelompok dalam organisasi masyarakat sipil (OMS), termasuk media, juga sangat terfragmentasi dan memiliki kepentingan-kepentingan politik pragmatis. Kesemuanya ini akan memaksa Pemerintah Jokowi dan kubu IH untuk lebih mengedepankan survival (bertahan) nya ketimbang mencoba melawan dengan kekuatan.
Konstelasi politik seperti ini tentu akan membawa dampak kepada perjalanan reformasi dan demokratisasi di Indonesia. Bisa saja demokratisasi akan berbalik mengalami regressi atau pemunduran karena kuatnya pengaruh KMP yang memiliki paradigma yang cenderung otoriter, ketimbang IH dan sebagian masyarakat sipil. Oleh sebab itu dinamika politik dalam 5 tahun yang akan datang bisa mengalami proses pembalikan dari konsolidasi demokrasi, menjadi pembalikan ke arah otoriterisme.
DPR akan menjadi alat konsolidasi kekuatan otoriter yang memakai legitimasi hukum dan politik. Pertanyaannya adalah, apakah akan terjadi lagi perlawanan dari masyarakat sipil dan kekuatan pro demokrasi terhadap oligarki kekuatan otoriter tersebut? Ataukah justru sebaliknya: Kubu IH yang secara gradual akan terpengaruh dan menyerah kepada kekuatan tersebut karena pragmatisme para elitnya... [ASHikam]
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikan, Paris, 2 Oktober 2014.
Referensi:
1. Tempo.co
2. BeritaSatu.com
3. Liputan6.com
4. Catatan AS Hikam
0 Response to "Kemenangan KMP di Senayan = Kendala Konsolidasi Demokrasi"