Singkat, Jokowi Normatif Tanggapi Penangkapan BWKendati demikian, Presiden Jokowi tidak bisa juga bergeming dengan "normativisme" tsb, mengingat skandal tersebut nyaris sulit dianggap sebagai peristiwa hukum biasa. Peristiwa penangkapan BW adalah sebuah manifestasi sebuah "politik balas dendam" dan "balas dendam politik," terkait dengan kasus cakapolri yang melibatkan petinggi Polri, khususnya Komjen Budi Gunawan, Istana, PDIP, KIH, KMP, dan tentu saja KPK. Jika hanya dilihat dari segi legal formal biasa, penangkapan tersebut minimal janggal tetapi maksimal merupakan sebuah pelanggaran hukum yang vulgar. Setidaknya pakar hukum dan mantan Ketua MK, Prof. Mahfud MD, misalnya menyatakan bahwa BW bersih secara hukum jika dikaitkan dengan kasus Pilkada Kotawaringin Barat (Kobar) pda 2010. Dengan demikian, dalih bahwa Polri melakukan penangkapan itu karena laporan masyarakat sama sekali tidak nalar dan tidak seimbang dengan apa yang dialamai BW yang dikepung, dipaksa dan ditahan oleh oknum-oknum Polri pada pagi hari Jumat, 23/11/15. Hukum Acara Pidana terang-terangan dilanggar oleh oknum-oknum Polri tsb, dan belum lagi mengingat bahwa BW adalah seorang pejabat negara yang memiliki posisi strategis di KPK. (Baca Juga: KPK vs Polri)
RMOL. Presiden Joko Widodo akhirnya buka suara terkait penangkapan dan penetapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka.
Joko Widodo menggelar jumpa pers di Istana Bogor, (Jumat, 23/1) usai bertemu dengan Ketua KPK Abraham Samad dan Wakapolri Komjen Badrodin Haiti.
Selain dua pimpinan lembaga penegak hukum tersebut, Jokowi juga tampak didamping Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Polhukam Tedjo Edhy, Jaksa Agung HM Prasetyo, dan Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan.
Kepada pers, Jokowi menjelaskan, dalam pertemuan tadi, dia menyampaikan kepada Ketua KPK dan Wakapolri agar masing-masing institusi KPK, memastikan bahwa proses hukum yang ada harus obyektif dan sesuai dengan aturan UU yang ada.
"Tadi saya juga meminta, sebagai Kepala Negara, agar institusi Polri dan KPK tidak terjadi gesekan dalam menjalankan tugas masing-masing," ucapnya.
Jokowi juga berharap semua pihak, terutama media menyampaikan hal-hal yang obyektif. "Saya kira itu yang bisa kita sampaikan," tandasnya. *** (Dikutip dari: RMOL.CO, Jum'at, 23 Januari 2015)
Orang tak usah menjadi "ahli roket" untuk tahu bahwa skandal ini adalah ekspressi kemarahan dari sementara oknum petinggi di Polri yang lalu mengintimidasi KPK melalui apa yang disebut dengan kasus sumpah palsu pada Pilkada Kobar pada 2010. Kasus intimdasi seperti ini sudah pernah terjadi dua kali sebelumnya, yang terkenal dengan "Cicak vs Buaya ke 1 dan ke 2", sehingga inilah "Cicak vs Buaya ke 3" (yang jika tidak dihentikan akan menjadi serial entah sampai berapa kali di masa depan!). Polri masih ditongkrongi oleh oknum-oknum elite yang belum tereformasi dan belepotan dengan lumpur korupsi, sehingga setiap upaya yang akan membersihkan lumpur tersebut pasti akan direaksi dengan keras dan tanpa mengindahkan etika serta aturan hukum. Alih-alih mengingat bahwa Indonesia saat ini berada di era reformasi dan demokrasi yang berlandaskan prinsip "rules of law."
Karena itu Presiden Jokowi harus bertindak tegas dan tidak netral dalam soal ini. Dalam arti beliau mesti memihak kepada KPK dan mengupayakan agar BW dibebaskan secepat mungkin. Sikap fair dan netral sama sekali tidak relevan utk menyikapi skandal ini, karena pihak yang menagkap dan menahan BW tidak memiliki landasan legal dan moral yg kuat, tetapi sekadar kekuasaan brutal yg dipaksakan (buat apa mengerahkan 30 orang Polisi yg bersenjata utk menangkap seorang BW?) Pameran kekuatan brutal seperti ini jelas telak berlawanan dengan etos kerja Polri "melindungi dan melayani". Terkecuali kalau Densus 88 menyergap kawanan teroris bersenjata dan sangat berbahaya bagi keamanan publik dan negara!
Saya kira sikap "tidak netral" Presiden Jokowi dalam menghadapi skandal ini justru adalah sikap yang bisa dipertanggungjawabkan secara etis, politis, dan legal. Mungkin sebagian parpol dan elit yang juga punya kegeraman terhadap KPK akan melarang Presiden Jokowi memihak KPK dengan alasan tidak mencampuri urusan lembaga hukum. Tetapi buat saya, alasan tsb sudah batal dengan sendirinya, karena landasan hukum dan moral dari oknum-oknum Polri itu sangat diragukan atau bahkan tak ada. Dan yang lebih penting lagi rakyat menunggu Presiden Jokowi bersikap tegas dalam memberantas korupsi. Sikap menunda dengan alasan fair dan netral dalam menghadapi skandal yabg memalukan bangsa dan negara ini harus ditinggalkan.
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam
0 Response to "Mengapa Presiden Jokowi Harus "Tidak Netral" dalam Skandal Penangkapan Bambang Wijoyanto (BW)?"