Selamat Datang - Wellcome

Gagalnya "Operation Shock & Awe" Bareskrim Polri

SUARA KAMI - Memantau peristiwa penangkapan Waka KPK, Bambang Wijoyanto (BW), kemarin, Jumat (23/1/15) terasa seperti menonton K-Drama atau serial TV Hollywood. Plot yang dirancang dan digelar dalam drama penangkapan tsb, bisa saja diilhami oleh operasi tentara AS ketika menyerang Irak untuk menangkap dan menghukum Presiden Saddam Husein (SH), yang populer dengan istilah "shock and awe" (S&A, kejut dan kagum). Doktrin perang ini berlandaskan pada penggelaran kekuatan yg luar biasa, manuver-manuver dominan di palagan tempur, dan pengerahan kekuatan senjata yang spektakuler. Tujuannya adalah untuk melemahkan dan melumpuhkan persepsi musuh tentang kondisi palagan tempur sehingga semangat dan kemauan mereka untuk berperang hancur lebih dulu.


Net
Bambang Wijoyanto
Shock and Awe atau Kejutkan dan Takutkan adalah sebuah doktrin dalam ilmu kemiliteran yang secara teknis dikenal sebagai dominasi cepat berdasarkan penggunaan kekuatan militer dalam melakukan penyerangan secara besar-besaran, dominasi ini dilakukan termasuk dalam kawasan alam kesadaran musuh, manuver dominasi untuk menimbulkan sebuah persepsi, membuat keadaan yang memaksa untuk melumpuhkan musuh di medan peperangan, serta menghancurkan musuh yang kemungkinan akan melawan. Doktrin ini dipopularkan oleh K. Harlan Ullman dan James Wade P. keduanya merupakan pengajar dan peneliti dari National Defense University di Amerika Serikat pada tahun 1996. (Wikipedia)
Aparat Bareskrim Polri Jumat (23/1/15) jelas sekali mencoba menggunakan taktik intimidatif dengan pengerahan dan penggelaran pasukan yang luar biasa (overwhelming) terhadap BW, seorang sipil yang sama sekali tidak memperkirakan (apalagi siap) untuk disergap dan ditangkap seperti layaknya teroris atau anggota geng yang bersenjata dan mampu melawan! Aksi penggelaran tsb tujuannya pertama adalah membuat shock BW dan sekaligus kagum dalam pengertian takut terhadap kedigdayaan Polri. Sesuai doktrin S&A, tdk penting apakah manuver tsb proporsional atau lebay, legal atau tidak, etis atau tidak. Yang penting adalah tujuan intimidasi psikologis terhadap BW, keluarganya, dan kalau mungkin KPK serta para pendukungnya. Jika berhasil, maka BW akan kuncup nyalinya, menyerah dan menuruti maunya Polisi, dan KPK akan gentar terhadap Polri. Walhasil, kegagahan dan kedigdayaan Polri mirip seekor buaya di depan seekor cicak. Jika ini berhasil, maka publik pun akan bisa dibuat kagum sekaligus ciut terhadap kekuatan yang namanya Polri.

Sayangnya, sama dengan opeasi yang diperntahkan oleh Presiden Bush pada 2003 di Irak, operasi "kejut dan kagum" Polri kemaren gagal total. Alih-alih BW, KPK, dan publik ciut dan terpesona kepada Polri, justru malah sebaliknya. Kritik, kecaman, hujatan dan protes serta aksi-aksi unjuk rasa massif di hampir seluruh negeri "tumplek blek" ditujukan kepada Polri, khususnya Bareksrim. Kendati BW sempat ditahan cukup lama, tetapi pada saat yang sama popularitas Polri pun terjun bebas ke dasar jurang. Operasi perang psikologis Bareskrim ini gatot alias gagal total karena Polri mengabaikan bukan saja aturan hukum dan politik, tetapi juga keadaban publik. Bareskrim merasa pede karena punya kuasa, senjata, dan wewenang. Sayang ia lupa bahwa BW adalah representasi dari superhero bagi rakyat yang sekaligus menjadi korban dari sistem politik dan kekuasaan korup. BW yang tampak sendiri, lemah, tak punya senjata, ternyata memiliki dukungan kekuatan raksasa yang tidak mungkin dilemahkan hanya oleh intimidasi psikologis Polisi.

Seperti dalam drama "Cicak vs Buaya" episode 1 dan 2, sang Cicak bergeming oleh gertak sang Buaya dalam episode ke 3 ini. Wahasil, operasi "S&A" yang digelar Bareskrim Polri thd BW dan KPK berujung dengan kegagalan yang malah memalukan Polri, bangsa Indonesia, dan NKRI.

Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam

Berita Terkait :

0 Response to "Gagalnya "Operation Shock & Awe" Bareskrim Polri"