Selamat Datang - Wellcome

Setelah Harga BBM Bersubsidi Dinaikkan, Lalu Bagaimana?

SUARA KAMI - Pro dan kontra kebijakan Pemerintah soal kenaikan harga BBM bersubsidi sudah pasti akan muncul dan berpotensi mengganggu ketertiban umum yang pada gilirannya berimbas pada stabilitas politik dan ekonomi. Sejauh penolakan tersebut masih terkendali, hal itu adalah wajar dalam sebuah masyarakat yang menganut sistem terbuka seperti Indonesia.

Setelah Harga BBM Bersubsidi Dinaikkan, Lalu Bagaimana?
Halaman FB
Capture Halaman Facebook Ir. H. Joko Widodo

Ibarat orang yang sakit diminta minum puyer, tentu ada rasa pahit. Masalahnya adalah, dalam dinamika politik tidak mungkin bisa diprediksi secara akurat 100% bahwa gejolak dalam masyarakat akan naik atau turun, apakah akan cepat atau lambat eskalasinya, dst. Jadi yang harus dilakukan oleh Pemerintah dan aparatnya adalah menyikapi dinamika tersebut secara konstan dan menyiapkan strategi pengelolaan pencegahan terjadinya deskalasi yang bisa mengganggu ketertiban umum dan stabilitas politik.

Saya melihat argumen Pemerintah Jokowi cukup solid untuk menempuh kebijakan yang tak populer seperti kenaikan BBM ini. Selain itu, strategi kompensasi dan/atau alokasi subisdi BBM sudah cukup jelas dan secara konseptual juga memadai. Kompensai yang langsung ditujukan kepada masyarakat yang kurang mampu adalah program-program perlindungan sosial (social safety programs) berupa paket Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Indonesia Pintar (KKS,KIS, dan KIP).

Sedangkan kompensasi yang lebih terkait pembangunan, subsidi digunakan untuk membangun infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Anggaran ini, menurut argumen pemerintah, tidak tersedia karena dihamburkan untuk subsidi BBM. Model strategi kompensai langsung dan realokasi subsidi seperti ini digunakan diberbagai negara di Amerika Latin dan Afrika, sehingga sejatinya ini bukanlah strategi yang tanpa referensi atau mengawang-awang begitu saja.

Ini "Kompensasi" Kenaikan Harga BBM Menurut Jokowi

"Untuk rakyat tidak mampu, disiapkan perlindungan sosial berupa paket Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Indonesia Pintar," ujar Jokowi, dalam konferensi pers di Istana Negara, Senin malam.

Menurut Presiden, ketiga kartu itu akan segera dapat digunakan untuk menjaga daya beli dan sekaligus meningkatkan ekonomi produktif.

Jokowi tak menampik bakal ada pendapat setuju dan tidak setuju atas kebijakan ini. "Pemerintah menghargai masukan-masukan," kata dia sembari menyebut kenaikan harga BBM ini merupakan kebijakan pengalihan subsidi untuk sektor produktif.

Namun, Jokowi menegaskan, keputusan ini merupakan jalan untuk "menghadirkan" anggaran belanja yang lebih bermanfaat bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. (dikutip dari Kompas.com, 17 November 2014)

Persoalannya, dan inilah yang sangat sulit di negeri ini, adalah bagaimana publik bisa mengetahui, memahami, dan menerima pelaksanaan strategi tsb secara riil. Sebab, pada masa Presiden SBY, strategi kompensasi melalui program Balsem (BLSM, BLT, dll) ternyata tidak terlaksana secara merata dan bahkan dituding hanya merupakan bagian dari sebuah kampanye politik untuk mendukung penguasa jelang Pemilu. Demikian pula, pengalihan subsidi kepada infrastruktur pada masa SBY hampir bisa dikatakan tidak bisa dibuktikan secara merata di wilayah Indonesia, khususnya di luar Jawa, lebih-lebih lagi di Indonesia bagian Timur. Merosotnya tingkat kepercayaan rakyat kepada SBY, Pemerintahnya, dan Partainya (PD), hemat saya, sebagian karena gagalnya pembuktian strategi ini di ranah publik.

Inilah tantangan terbesar dari Pemerintah Jokowi dalam mengantisipasi dinamika masyarakat pasca-kenaikan harga BBM. Selain menyosialisasikan dengan baik alasan kebijakan pahit tsb harus diambil, Pemerintah juga mesti bisa membuktikan bahwa semua program tsb dilaksaakan secara konsisten dan nyata di lapangan dan bisa disaksikan oleh rakyat. Ini menyiratkan pentingnya manajemen pelaksanaan kebijakan dan pengawasan terus menerus, sebagaimana yang sering dikemukakan Pak Jokowi sendiri sebagai kunci keberhasilan beliau di Solo dan DKI jakarta.

Dalam masyarakat Indonesia yang semakin terbuka, tidaklah terlalu sulit bagi publik untuk memperoleh informasi mengenai pelaksanaan dan hasil kebijakan Pemerintah mulai dari yang paling atas sampai bawah. Ini berarti bahwa aparat pemerintah juga harus memiliki kemampuan dan akutabilitas tinggi dalam bekerja. Jangan sampai kebijakan yang sangat strategis ini hanya berakhir dengan kekecewaan rakyat karena yang lagi-lagi hanya mendapatkan janji, bukan bukti.}
Selamat bekerja Pak Jokowi! [ASHikam]

Catatan: Prof. Muhammad AS Hikam.

0 Response to "Setelah Harga BBM Bersubsidi Dinaikkan, Lalu Bagaimana?"