Selamat Datang - Wellcome

Posisi Indonesia Menghadapi Gerakan Radikal Islam

SUARA KAMI - Pandangan mantan Wakil Kepala BIN, As'ad Ali (AA) tentang ISIS dan bagaimana menghadapi pengaruhnya di Indonesia, menurut saya, cukup fair, tetapi juga tegas. ISIS adalah salah satu pengejawantahan gerakan Islam radikal atau garis keras (Igaras) yang memiliki ideologi, cakupan, dan target internasional. Sebagai ideologi, ISIS mengikuti gagasan kaum fundamentalis radikal yang menyatukan antara agama dan sistem politik tertentu, serta menafikan alternatif yang berada di luar gagasan mereka.

 Mantan Wakil Kepala BIN, As'ad Ali (AA)
Net
Mantan Wakil Kepala BIN, As'ad Ali (AA)

Bagi ummat Islam yang berada di Indonesia, bahaya dari ideologi dan gerakan radikal seperti ISIS sudah sangat jelas. Bukan saja karena ideologi tsb akan semakin memecah belah bangsa, tetapi jika dibiarkan tumbuh di kalangan ummat Islam akan menjadi virus berbahaya bagi ummat. Sebelum ada ISIS pun, ummat Islam di Indonesia telah dan masih menghadapi bahaya Igaras dari berbagai kelompok seperti Al-Qaeda, JI, MMI, JAT, dll yang sampai hari ini masih tetap dibiarkan bercokol. Belum lagi gagasan-gagasan fundamentalis Islam yang kendati bukan ekstrem tetapi juga berdampak serius terhadap eksistensi bangsa dan NKRI seperti NII, HTI yang menginginkan negara Khilafah sebagai sistem bernegara di negeri ini. Demikian pula gerakan-gerakan Islam sektarian yang menganggap kelompok dan faham di luar mereka sebagai sesat. Jika ISIS ikut masuk dan berkembang, maka akan bertambah pula kekuatan pemecah belah bangsa dan NKRI dan itu berarti ancaman terhadap bangsa dan negara inipun menjadi makin besar.

"Ini tidak main-main. Karena apa? Ada kekuatan yang bersaing. Barat dengan liberalnya terus menekan masyarakat Islam yang tidak semuanya mau menerima peradaban Barat," ujar As'ad.

Demikian disampaikan mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), As'ad Said Ali, kepada RMOL, beberapa waktu lalu, di kantornya, Jakarta Selatan. (dikutip dari RMOL.co, Senin, 24 November 2014)

Itu sebabnya, pandangan AA mengajak masyarakat dan ulama dan tokoh masyarakat dan juga non muslim untuk menghadapi bersama-sama ancaman dan bahaya yang disebabkan oleh gagasan dan gerakan Igaras seperti ISIS dll itu menjadi relevan. Pendekatan AA dengan "membuat bagaimana masyarakat menjadi bagian intelijen tanpa secara formal.. " dengan memberdayakan masyarakat dalam pertahanan dan keamanan, saya kira cukup efektif. Masyarakat dan ummat Islam harus diberikan pemahaman akan bahaya dari gagasan eksterm dan radikal tsb, bukan saja dari perspektif keislaman sendiri, tetapi juga dari perspektif kebangsaan. Pada saat yg sama, Pemerintah dan aparat keamanan mesti memberdayakan kekuatan masyarakat sipil, khususnya dari ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Al-Wasliyah dll, untuk menyosialisasikan pemahaman ajaran agama yang sesuai dengan konteks keindonesiaan. Disamping itu, ketegasan aparat penegak hukum terhadap gerakan-gerakan penyebaran ideologi radikal dan anti NKRI juga sangat diperlukan. Jika tidak, maka Indonesia merupakan target utama bagi kelompok-kelompok radikal tsb karena kondisi dan realitas geopolitik yang dimiliki RI memang sangat strategis bagi pengembangan tsb.

Dengan kata lain, RI adalah salah satu kekuatan dan sekaligus benteng utama bagi ummat Islam di dunia untuk menolak gagasan dan gerakan radikal dan ekstrem yang bisa membahayakan bukan saja negeri ini, tetapi juga keamanan dan keselamatan manusia di dunia secara keseluruhan. [ASHikam]

Catatan: Prof. Muhammad AS Hikam.

0 Response to "Posisi Indonesia Menghadapi Gerakan Radikal Islam"