Selamat Datang - Wellcome

Selamat Jalan Bapak Sitor Situmorang Sastrawan Besar Nasional

SUARA KAMI - Kepergian Bapak Sitor Situmorang Sastrawan Besar Nasional membuat Indonesia Kehilangan. Tak lupa pula Presiden Joko Widodo turut serta mengucapkan Turut Berduka Cita. Hal ini telah beliau (Jokowi, red.) tuangkan dalam Diary Presiden Joko Widodo, hari Minggu, 21 Desember 2015, Pukul: 16:54 WIB. Simak selanjutnya di bawah ini.

Selamat Jalan Bapak Sitor Situmorang Sastrawan Besar Nasional

Saya turut bela sungkawa atas wafatnya sastrawan besar nasional, Bapak Sitor Situmorang pada hari minggu, 21 Desember 2014, yang wafat di Belanda pada usia 91 tahun.

Bapak Sitor Situmorang adalah seorang Sukarnois, pernah memimpin Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN) pada tahun 1959-1965, sebuah Lembaga Kebudayaan yang saat itu berada dibawah Partai Nasionalis Indonesia (PNI) dimana PNI adalah cikal bakal dari PDI Perjuangan.

Tekadnya memegang teguh ajaran-ajaran Bung Karno dalam semangat karya-karyanya menjadi ilham bagi generasi muda saat ini bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa pejuang.

Selamat jalan sastrawan besar, Indonesia berterima kasih padamu.

Siapa Itu Sitor Situmorang
Sitor Situmorang adalah wartawan, sastrawan, dan penyair Indonesia. Ayahnya adalah Ompu Babiat Situmorang yang pernah berjuang melawan tentara kolonial Belanda bersama Sisingamangaraja XII. Beliau lahir di Harianboho, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 2 Oktober 1923 dan meninggal di Apeldoorn, Belanda, 21 Desember 2014 pada umur 91 tahun.

Riwayat Hidup
Sitor dilahirkan dengan nama Raja Usu. Dia menempuh pendidikan pendidikan di HIS di Balige dan Sibolga serta MULO di Tarutung kemudian AMS di Batavia (kini Jakarta). Pada tahun 1950-1952, Sitor sempat berkelana ke Amsterdam dan Paris. Selanjutnya, ia memperdalam ilmu memperdalam ilmu sinematografi di Universitas California pada tahun 1956-57.

Waktu kelas dua SMP, Sitor berkunjung ke rumah abangnya di Sibolga dan menemukan buku Max Havelaar karya Multatuli.l Buku itu selesai dibaca dalam 2-3 hari tanpa putus, walau penguasaan bahasa Belandanya belum memadai. Isi buku menyentuh kesadaran kebangsaannya. Ia menerjemahkan sajak Saidjah dan Adinda dari Max Havelaar ke dalam bahasa Batak. Sejak itu, minat dan pehatian terhadap sastra makin tumbuh, dan dibarengi aspirasi "kelak akan menjadi pengarang".

A. Teeuw menyebutkan bahwa Sitor Situmorang menjadi penyair Indonesia terkemuka setelah meninggalnya Chairil Anwar. Sitor menjadi semakin terlibat dalam ideologi perjuangan pada akhir tahun 1950-an dan awal 1960-an, sebagai pengagum Presiden Soekarno, benar-benar melepaskan kesetiaanya kepada Angkatan '45 khususnya Chairil Anwar, pada masa ini.

Ia pernah menetap di Singapura (1943), Amsterdam (1950-1951), Paris (1951-1952), dan pernah mengajar bahasa Indonesia di Universitas Leiden, Belanda (1982-1990) dan bermukim di Islamabad, Pakistan (1991) dan Paris.

Pada 21 Desember 2014, Sitor meninggal dunia pada usia 91 tahun di Apeldoorn, Belanda

Pekerjaan
Sitor memulai karirnya sebagai wartawan Harian Suara Nasional (Tarutung, 1945-1946) dan Harian Waspada (Medan, 1947). Selanjutnya, ia menjadi koresponden di Yogyakarta (1947-1948), Berita Indonesia, dan Warta Dunia (Jakarta, 1957). Ia pernah menjadi pegawai Jawatan Kebudayaan Departemen P & K, dosen Akademi Teater Nasional Indonesia (Jakarta), anggota Dewan Nasional (1958), anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mewakili kalangan seniman, anggota Badan Pertimbangan Ilmu Pengetahuan (1961-1962), dan Ketua Lembaga Kebudayaan Nasional (1959-1965). Pada masa pemerintahan Orde Baru, Sitor dipenjara sebagai tahanan politik di Jakarta mulai dari tahun 1967-1974.

Karya-karya Sitor Situmorang
Kumpulan cerpennya Pertempuran dan Salju di Paris (1956) mendapat Hadiah Sastra Nasional (1955) dan kumpulan sajak Peta Perjalanan memperoleh Hadiah Puisi Dewan Kesenian Jakarta 1976.

Karya-karya Sitor Situmorang:
  • Surat Kertas Hijau, kumpulan puisi (1954)
  • Jalan Mutiara, drama (1954)
  • Dalam Sajak, kumpulan puisi (1955)
  • Wajah Tak Bernama, kumpulan puisi (1956)
  • Rapar Anak Jalang (1955)
  • Zaman Baru, kumpulan puisi (1962)
  • Pangeran, kumpulan cerpen (1963)
  • Sastra Revolusioner, kumpulan esai (1965)
  • Dinding Waktu, kumpulan puisi (1976)
  • Sitor Situmorang Sastrawan 45, Penyair Danau Toba, otobiografi (1981)
  • Danau Toba, kumpulan cerpen (1981)
  • Angin Danau, kumpulan puisi (1982)
  • Bunga di Atas Batu, kumpulan puisi (1989)
  • Toba na Sae (1993) dan Guru Somalaing dan Modigliani Utusan Raja Rom, sejarah lokal (1993).
  • Rindu Kelana, kumpulan puisi (1994)
Sitor juga menerjemahkan karya asing ke dalam bahasa Indonesia, yakni: Sel, terjemahan drama karya William Saroyan (1954) dan Hikayat Lebak karya Rob Nieuwenhuys (1977).

Catatan: Presiden Ir. Joko Widodo, Minggu, 21 Desember 2014
Halaman Facebook Presiden Ir. Joko Widodo : https://www.facebook.com/IrHJokoWidodo

Referensi: Wikipedia Indonesia

0 Response to "Selamat Jalan Bapak Sitor Situmorang Sastrawan Besar Nasional"