Front Pembela Islam tak keberatan untuk ikut membantu menjaga keamanan perayaan Natal. Namun FPI memiliki satu syarat yang harus terpenuhi. "Syaratnya, bila TNI dan polisi sudah tak sanggup lagi menjaga keamanan, kami bantu," kata Ketua Umum FPI Muchsin Alatas, Jumat, 19 Desember 2014.(Dikutip dari Tempo.Co)
Pandangan saya ini tentu akan banyak ditentang, dan saya kira silakan saja. Sudah pasti saya pun tidak akan melarang jika ada ormas seperti Anshor dan bahkan FPI mengerahkan anggota-anggotanya melindungi Gereja atau ummat yang sedang bermisa Natal dsb. Bahkan justru karena asumsi saya bahwa kondisi kebebasan menjalankan keyakinan yang masih belum sepenuhnya terjamin itu, upaya-upaya seperti yang dibuat Banser Anshor semenjak pasca-Reformasi itu perlu mendapat pujian karena hal itu muncul dari semangat solidaritas lintas-agama dan kebangsaan Bukan karena minta dipuji, apalagi keuntungan dan kepentingan politik pencitraan. Faktanya memang berkali-kali ada ancaman dan bahkan aksi teror terhadap Gereja pada setiap musim Natal sejak tahun 2000. Jadi selama 14 tahun ini, bantuan dari Anshor sangat bermanfaat dan saya kira juga diakui oleh saudara sebangsa yang beragama Kristen dan/atau Katolik.
Hanya saja sejatinya kita sebagai bangsa, tidak bisa lantas berbangga dengan lapis-lapis pengamanan tsb ketika Natal tiba. Bagaimana mungkin para pelaksana peribadatan dan perayaan bisa khusyuk dan tenang jika selalu ada kekhawatiran dan mesti diperiksa ketika mau masuk Gereja-gereja di kota-kota tertentu! Kata-kata "Damai di Bumi, damai di Hati" yang sering didengungkan dalam perayaan Natal, menjadi semacam ironi dan bahkan paradoks dalam situasi sosial dan psikologis demikian. Natalan yg khusyuk, damai, menggembirakan, dan akrab hanya mungkin terjadi jika apa yang dilakukan di dalam dan di luar Gereja lebih kurang sama. Kurang dari itu, maka berarti ada masalah dan bahkan bisa berarti semu!
Jadi, kendati saya bisa memahami perasaan teman, sahabat, dan saudara-saudara sebangsa ummat Kristiani yang bangga dan suka karena banyaknya pengamanan saat perayaan Natal di Indonesia (bahkan disiarkan TV ke seantero dunia untuk menunjukkan solidaritas lintas agama dan perikehidupan beragama), bagi saya pribadi masih terasa ironis dan mengganggu nurani. Maunya saya, sih, acara Natalan ya berjalan biasa, normal, tidak usah banyak Banser yang menjaga (apalagi ditambah dengan FPI). Rasanya saya pernah menyaksikan yang seperti itu di kampung saya atau di kota Tuban kala saya masih sekolah SD dan SMP. Dan mungkin juga di daerah-daerah lain di negeri tercinta ini. Kalau kini uumat Kristiani lantas membiasakan diri dan malah merasa baru sreg jika Natalan dijaga ketat, bagi saya sangat menyedihkan. Sorry!
Penulis: prof. Muhammad AS Hikam.
0 Response to "Penjagaan Natal & Potret Buram Kehidupan Beragama di Indonesia"