Menurut Yasonna, keputusan ini sudah sangat tepat dan membuktikan bahwa pemerintah ada di posisi netral. "Demi kebesaran Golkar, supaya tidak ada perbedaan pendapat, saya minta Partai Golkar selesaikan (konflik) terlebih dulu, musyawarah mufakat di internal Partai Golkar," kata Yasonna di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Selasa (16/12/2014), seperti dilansir oleh Kompas.com.
Tudingan tsb ada benarnya jika hanya dilihat dari sisi kepentingan pihak-pihak yang berselisih. Tetapi Yasonna Laoly juga belajar dari kasus PPP yang ternyata membuat dirinya jadi bulan-bulanan kritik dari publik dan berimbas pada Pemerintah Jokowi. Yasonna Laoly juga tahu bahwa jika ia menggunakan cara seperti PPP maka Golkar akan menudingnya berpolitik, apalagi jika Golkar Ancol (G-A) yang dimenangkan. Jadi Yasonna Laoly lebih baik membawa masalah ini kepada mekanisme partai dulu sesuai UU yang berlaku. Jika mekanisme parati gagal, masih ada jalan Pengadilan bahkan sampai kasasi. Dan itu yang akan jadi pegangan Pemerintah pihak mana yang secara hukum dianggap sah.
Kini bola ada ditangan elite Golkar sendiri. Dan kian lama konfkik ini berjalan, maka daya tawar politik Golkar juga makin tergerus. Sebab ARB tidak akan mudah untuk membendung kekuatan Agung Laksono (AL) cs yang juga punya pendukung tidak kecil di Parlemen dan di luar. Pihak Pemerintah jelas lebih comfortable jika G-A yang muncul sebagai pihak yang menang dalam konflik elite partai beringin itu. Implikasinya, kiprah kubu G-A akan lebih diakomodir atau diberi angin.
ARB juga tidak akan bisa menggunakan KMP untuk menekan Pemerintah mengingat kondusi koalisi itu sendiri yang tidak solid dan bahkan terancam gulung tikar. Walhasil, tarik menarik (tug of war) kedua kubu beringin tsb justru membuat KIH punya kesempatan untuk konsolidasi dan memperlemah kubu KMP. [ASHikam]
Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam
0 Response to "Partai Golkar Makin Terancam Ambyar?"